Meski potensi hilirisasi rumput laut cukup besar, Wijayanto menggarisbawahi beberapa tantangan yang perlu diatasi. Tantangan utama yakni ketersediaan pasar, yang memerlukan edukasi publik agar terbuka pada produk hilirisasi rumput laut.
Selain itu, konsistensi kualitas dan volume rumput laut juga harus dijaga, serta kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam penelitian dan pengembangan produk.
Arah Hilirisasi Tambang
Menanggapi arah hilirisasi tambang pada periode pemerintahan Prabowo, Wijayanto menyatakan upaya hilirisasi tidak seharusnya hanya terfokus pada smelter nikel berbasis pirometalurgi untuk stainless steel, tetapi perlu diperluas ke seluruh sektor tambang selama memungkinkan.
Di samping itu juga, dia menilai bahwa kebijakan hilirisasi tambang saat ini masih belum optimal dan memerlukan banyak penyempurnaan agar benar-benar mendukung perekonomian nasional secara berkelanjutan.
"Yang penting prinsip ESG [environtment, social, governance] harus terjaga, dan pemerintah mendapatkan penerimaan pajak yang fair. Apa yang terjadi saat ini jauh dari memadai, perlu banyak penyempurnaan," pungkasnya.
Sekadar catatan, Kementerian PPN/Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan dalam lima tahun mendatang program hilirisasi pemerintah akan fokus pada sektor agro yakni sawit, kelapa, hingga ekonomi biru yakni rumput laut.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan produk-produk rumput laut dapat dikembangkan menjadi beberapa produk dengan efek ekonomi yang lebih tinggi, salah satunya bioplastik atau lapisan kemasan biodegradable.
"Kita bisa juga rumput laut menjadi snack, kita bisa juga rumput laut menjadikan bahan baku farmasi, kemudian nutritional food, dan lain-lain. Artinya, rumput laut kalau diolah di Indonesia bisa menghasilkan penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi," jelasnya pertengahan bulan lalu.
Meski demikian, Amalia menegaskan hilirisasi tambang masih menjadi salah satu fokus pemerintahan ke depan. Namun, nantinya sederet komoditas tersebut akan ditambahkan menjadi fokus hilirisasi lima tahun ke depan.
"Jadi lima tahun ke depan kita akan mendorong produk hilirisasi agro, tambah sumber daya laut dengan komoditas-komoditas terfokus," tuturnya.
Pada hari-hari terakhirnya menjadi Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi era Presiden Joko Widodo; Luhut Binsar Pandjaitan juga sempat menyinggung bahwa hilirisasi rumput laut memiliki potensi yang jauh lebih baik dibandingkan dengan bijih nikel, terutama dalam kaitannya dengan isu perubahan iklim dan pengurangan kemiskinan di daerah pesisir.
"Kita punya potensi besar dari rumput laut. [..] Seaweed itu lebih baik dari nickel ore. Kenapa dia lebih bagus dari nickel ore? Karena dia menjadi bagian daripada climate change," kata Luhut, medio Oktober, di agenda Kompas 100 CEO Forum.
Di samping itu, Luhut—yang saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) — turut menjelaskan rumput laut memiliki manfaat sebagai penyerap karbon (carbon sink), bahan baku pupuk, pengganti plastik, dan sumber pangan.
"Dan itu studinya udh ada research center-nya ada di Hong Kong dan kita sudah mulai kerja sama."
Tidak luput, dia menekankan bahwa pengembangan rumput laut akan berdampak besar bagi masyarakat pesisir Indonesia.
"Sebanyak 62% penduduk kita itu tinggal di garis pantai jadi kalau Anda sebagai pedagang, ingat ini pemerintah telah mencanangkan 2,6 juta hektare kita ingin bikin tanam seaweed dan itu kalau seaweed itu [berhasil] terjadi itu penciptaan lapangan kerja di garis pantai, dan akan mengurangi overfishing dan kemiskinan," tegas Luhut.
Adapun, mengenai pengembangan industri rumput laut ini, Luhut juga sebelumnya telah menyatakan pemerintah tengah mengembangkan program hilirisasi untuk komoditas rumput laut.
Nantinya, proses penghilirian tersebut bakal menghasilkan ragam produk turunan, seperti pupuk organik, plastik yang dapat diuraikan atau biodegradable plastik, serta bahan bakar nabati atau biofuel, hingga pakan ikan.
Dalam kaitan itu, rumput laut bisa dipanen dalam kurun 34 hari. Setelah panen, kata Luhut, rumput laut bisa diolah di pabrik dan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan.
"Sekarang kemiskinan banyak di pesisir. Jadi dengan ada program hilirisasi untuk seaweed, saya krira sangat-sangat baik. Sekarang kita sudah mulai [hilirisasi rumput laut]," ujar Luhut saat ditemui usai Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, awal Mei.
Ke depannya, sebut Luhut, penghiliran rumput laut bakal menjadi program unggulan Indonesia. Terlebih, Indonesia bakal belajar dari India dan melakukan berbagai perbaikan usai melihat perkembangan pabrik rumput laut di negara tersebut.
Sekadar catatan, lebih dari 70% luas Indonesia adalah laut dengan 12 juta hektare (ha) dialokasikan untuk budi daya. Namun, dengan segala keunggulan yang dimiliki, produksi rumput laut Indonesia masih belum optimal.
Luhut sebelumnya menjelaskan saat ini budi daya rumput laut baru mencapai 102.000 ha atau 0,8%. Lebih dari 60% ekspor rumput laut masih dalam bentuk mentah atau rumput laut kering, dengan proses pengolahan yang terbatas.
Melalui budi daya skala besar seluas 100 ha dengan mekanisasi dan teknologi, banyak manfaat ekonomi yang dapat diraih yakni investasi sebesar US$2 juta—US$2,5 juta, penciptaan tenaga kerja langsung sebanyak 100—150 orang, produksi rumput laut basah 10.000—15.000 ton per tahun, dan setara produksi biostimulant yang dapat mencakup 1—2 juta lahan pertanian.
(prc/wdh)