Adapun inflasi inti pada Oktober, hasil konsensus memperkirakan angka sebesar 2,09%, yang menjadikannya tidak berubah dibandingkan September lalu. Bila perkiraan itu tepat, maka inflasi inti itu masih menjadi yang tertinggi sepanjang 2024.
Inflasi inti sering dinilai sebagai indikator tingkat permintaan dalam ekonomi karena berisi harga barang dan jasa yang tidak mudah berubah alias tidak gampang naik turun.
Di dalam 'keranjang' penghitungan inflasi inti, ada harga emas. Sepanjang tahun ini, harga emas lokal -seperti terlihat dari pergerakan emas produksi PT Aneka Tambang Tbk- terus melesat naik. Sepanjang tahun ini, harga emas Antam sudah melesat hampir 39%. Selama Oktober saja, harga emas Antam telah naik 7%.
Pelemahan Masih Terlihat
Ekonom Bloomberg Economist Tamara Mast Henderson dalam laporan proyeksinya menilai, inflasi tahunan RI pada Oktober di angka 1,6% terutama karena sisi permintaan yang mereda (demand-pull).
"Ini sejalan dengan penurunan sentimen konsumen dan juga penurunan rencana rekrutmen karyawan oleh dunia usaha," kata Tamara.
Dengan kata lain, inflasi Oktober sejatinya akan memperlihatkan wajah pelemahan permintaan domestik yang makin kentara.
Ia memperkirakan, inflasi Indonesia akan berlanjut di bawah 2% secara tahunan pada Semester 1-2025 nanti terutama bila rupiah mampu mempertahankan tren penguatan yang dapat meredam tekanan inflasi dari kegiatan importasi barang (imported inflation).
Mengacu pada hasil Survei Konsumen terakhir yang dilansir oleh Bank Indonesia, terlihat bahwa hampir semua kelompok konsumen mencatat penurunan optimisme akan kondisi perekonomian ke depan.
Sebagian karena skeptis akan ketersediaan lapangan kerja. Sebagian lagi karena dilatarbelakangi oleh kondisi penghasilan yang memburuk saat ini dan dinilai akan makin buruk ke depan. Deflasi harga dalam lima bulan terakhir, diyakini bukanlah sekadar isu pasokan yang melimpah.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada September turun terdalam dicatat oleh konsumen kelas atas dengan pengeluaran di atas Rp5 juta, dengan penurunan hingga 4,6 poin, disusul oleh konsumen menengah bawah dan bawah dengan tingkat pengeluaran masing-masing Rp2,1 juta-Rp3 juta dan Rp1 juta-Rp2 juta.
Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha terbaru juga memperlihatkan, kegiatan dunia usaha melambat, kapasitas produksi terpakai juga menurun, disusul kondisi keuangan yang membunyikan alarm peringatan terkait kondisi likuiditas, juga rentabilitas atau kemampuan perusahaan mencetak laba.
Pada saat yang sama, penggunaan tenaga kerja terindikasi makin rendah mencerminkan rekrutmen yang rendah serta sinyalemen pemutusan hubungan kerja yang masih berjalan.
(rui/aji)