Isi Permendag No 8 Tahun 2024 yang Disebut Penyebab Sritex Pailit
Referensi
01 November 2024 06:21
Bloomberg Technoz, Jakarta - Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024 baru-baru ini menjadi sorotan, terutama dalam kaitannya dengan kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex.
Banyak pihak menilai peraturan ini memiliki dampak signifikan bagi industri tekstil nasional hingga berujung pada keputusan pailit Sritex. Dalam artikel ini akan dibahas penjelasan mengenai isi Permendag No. 8 Tahun 2024 dan dampaknya terhadap industri tekstil Indonesia yang dilansir Bloomberg Technoz dari berbagai sumber.
Latar Belakang Kebangkrutan Sritex
Pada Senin, 21 Oktober 2024, Pengadilan Negeri Semarang menyatakan Sritex bangkrut dalam perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg yang dipimpin oleh Hakim Ketua Moch Ansor. Perusahaan yang dikenal sebagai salah satu raksasa tekstil nasional ini dinyatakan tidak mampu lagi membayar utang kepada kreditur, yang dalam hal ini diwakili oleh PT Indo Bharta Rayon. Keputusan tersebut diambil setelah pengajuan pembatalan perdamaian terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) disetujui oleh pengadilan.
Banyak analis dan pelaku industri berpendapat bahwa aturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah, yakni Permendag No. 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, memperburuk situasi Sritex, menyebabkan beban berat bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan dengan barang impor yang semakin mudah masuk ke Indonesia.
Sekilas Tentang PT Sritex dan Perjalanannya
PT Sri Rejeki Isman Tbk, atau lebih dikenal sebagai Sritex, didirikan oleh H.M Lukminto pada tahun 1966 di Solo. Berawal dari perdagangan kain tradisional di Pasar Klewer, Sritex kemudian berkembang dengan membuka pabrik pertama pada 1968. Seiring waktu, perusahaan ini semakin besar dan menjadi salah satu produsen tekstil terkemuka, bahkan dipercaya memproduksi seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman.