Selain itu, kekhawatiran ini lebih banyak dirasakan oleh wanita. Beberapa wanita khawatir bahwa setelah menikah, mereka mungkin harus berhenti bekerja atau berhadapan dengan tuntutan sosial untuk lebih mengutamakan rumah tangga.
Fenomena Menunda Pernikahan yang Terjadi Secara Global
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara lain seperti Korea Selatan dan China juga menunjukkan tren penurunan angka pernikahan. Penelitian dari Statistics Korea menunjukkan bahwa hanya 27,5 persen wanita muda Korea Selatan yang ingin menikah, artinya hanya satu dari empat wanita muda di Korea Selatan yang mau menikah.
Di China, gaya hidup lajang semakin umum dan masyarakat Negeri Tiongkok pun mengalami fenomena yang sama, di mana semakin banyak orang menunda pernikahan bahkan memutuskan untuk tidak menikah.
Para analis memperingatkan bahwa tren ini bisa menyebabkan penurunan populasi yang signifikan dalam jangka panjang. Fenomena malas menikah di China sebagian besar juga dipicu oleh ketidakpastian ekonomi. Alasan yang sama dirasakan oleh penduduk muda di berbagai negara maju, yang mengutamakan karier dan kebebasan finansial.
Dampak Jangka Panjang dari Penurunan Angka Pernikahan
Penurunan angka pernikahan dapat berdampak pada aspek sosial dan ekonomi jangka panjang. Salah satu dampaknya adalah penurunan angka kelahiran, yang pada akhirnya dapat memengaruhi struktur populasi di negara tersebut. Jumlah populasi usia produktif akan semakin menurun di masa depan, yang pada akhirnya bisa memengaruhi daya saing ekonomi nasional.
Bagi pemerintah, kondisi ini menuntut adanya langkah-langkah strategis untuk mendorong generasi muda agar lebih percaya diri dalam mengambil keputusan berumah tangga. Hal ini dapat dilakukan melalui kebijakan dukungan finansial, seperti subsidi pendidikan dan kesehatan bagi keluarga muda, atau bantuan perumahan yang lebih terjangkau.
(seo)