"Setelah persiapan lebih matang, mudah-mudahan bisa kami launching satu atau dua bulan dari sekarang," ujar Firza, medio Maret lalu.
Pada kesempatan tersebut, Firza menyatakan otoritas Bursa telah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada para Anggota Bursa (AB).
Secara umum, para AB diklaim menyambut positif rencana peluncuran SSF. Mereka berharap mekanisme SSF dapat menjadi katalis peningkatan transaksi.
Sekadar catatan, SSF merupakan produk derivatif keuangan yang memungkinkan dua pihak untuk membeli atau menjual suatu saham dengan harga yang disepakati dan dalam jangka waktu tertentu.
Atas dasar hal tersebut, pergerakan nilai produk ini tergantung pada nilai aset yang mendasarinya atau underlying, dalam hal ini adalah saham.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, SSF ini berpeluang membuat investor mendapat keuntungan meski saham sedang posisi bullish maupun bearish.
"Ini juga memberikan kesempatan kepada para investor untuk bisa menerapkan strategi yang baru untuk bertransaksi saham-saham yang ada di LQ45 dengan inisial modal yang jauh lebih ringan dengan serendah-rendahnya 4%," ujar Jeffrey.
Dalam tahap awal nanti, kata Jeffrey, BEI berencana akan meluncurkan setidaknya 15 seri SSF yang berasal dari underlying lima saham yang berada di LQ45.
Kelima saham itu yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT Astra Internasional Tbk (ASII), dan PT Merdeka Copper Gold (MDKA), dengan masing-masing ada tiga periode kontrak, yakni; 1 bulan; 2 bulan; dan 3 bulan
Mekanisme Transaksi
Secara teknis, jika pasar saham dalam kondisi “bearish” atau jika khawatir harga akan turun, maka investor dapat melakukan jual atau “short” produk SSF.
Investor “short” akan mendapatkan keuntungan apabila harga underlying turun. Pasalnya investor tersebut telah mengunci harga jual lebih tinggi dibandingkan harga di pasar yang lebih rendah.
Sebaliknya, jika kondisi pasar saham “bullish” atau jika prediksi harga akan naik, maka investor dapat melakukan beli atau “long”.
Investor “long” akan mendapatkan keuntungan apabila harga underlying naik, karena dia telah mengunci harga beli lebih rendah dibandingkan harga di pasar yang lebih tinggi.
Untuk bertransaksi SSF, investor hanya mengeluarkan initial margin yang ditetapkan oleh perusahaan efek dengan nilai minimal 4% dari total transaksi saham biasa.
Sebagai contoh, jika harga emiten ABCD adalah Rp2.500/saham, maka total dana transaksi 10 lot ABCD = Rp2.500/saham x 100 (satuan lot) x 10 lot = Rp2.500.000.
Sementara total dana transaksi 10 kontrak SSF saham ABCD adalah Rp2.500 x 100 x 10 x 4% = Rp100.000 (asumsi initial margin yang ditetapkan oleh perusahaan efek sebesar 4%).
(wep)