“Pada saat itu pimpinan KPK dipanggil Pak Agus Raharjo, dan menurut Pak Agus pada saat itu Presiden marah dan memerintahkannya untuk tidak menindaklanjuti,” klaim Samad.
Selanjutnya mengenai Blok Medan yang menyangkut menantu dari Jokowi, yaitu Bobby Nasution yang saat ini mengikuti kontestasi pilgub wilayah Sumatera Utara, namanya terungkap dalam persidangan perkara suap dan gratifikasi yang menyangkut eks Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK).
Klaim Samad, para pimpinan KPK juga mendeteksi bahwa adanya dugaan keterlibatan Bobby dalam perkara suap dan gratifikasi kepada AGK. Dia juga mengklaim bahwa KPK akan segera menindaklanjuti dugaan tersebut.
“Blok Medan, nah betul kasus Blok Medan itu semua kita diskusikan. Dan kelihatannya ada kesepahaman ya antara kita dan pimpinan KPK bahwa ini memang ada dugaan, ada dugaan terjadinya peristiwa, peristiwa tindak pidana sehingga ini harus ditindaklanjuti” ujar Samad
Usai melakukan pertemuan tersebut, Samad mengklaim bahwa pimpinan KPK sepakat untuk mempercepat penindakan terhadap sejumlah kasus-kasus yang saat ini masih berjalan sampai dengan bertahun-tahun lamamya.
“Yang jelas ada angin segar” ujarnya.
“[Ketua KPK] harus menyatakan kesiapannya ya untuk menindaklanjuti seluruh kasus-kasus seperti yang tadi saya sampaikan. Walaupun dia tidak bisa memberikan kepastian tentang rentang waktu menyelesaikan perkara itu, tapi dia berjanji akan menyelesaikan” tambahnya.
Sebelumnya memang terdapat beberapa laporan yang digugat oleh sejumlah kelompok masyarakat kepada sejumlah keluarga Presiden Jokowi.
Korupsi e-ktp merupakan salah satu yang juga dituntut untuk disegerakan oleh lembaga antirasuah tersebut. Pasalnya, Samad mengatakan Agus Rahardjo, yang merupakan ketua KPK kala itu mengaku mendapatkan ancaman dari Jokowi kala hendak membuka kasus e-ktp ke muka publik.
Melaporkan Jokowi, klaim Samad merupakan hal yang mudah untuk dibuktikan bahwa Jokowi melanggar pasal 21 Obstruction of Justice atau pasal perintangan penyidikan.
“Ada yang paling gampang nih, tidak memerlukan telaah yang lama, tidak memerlukan waktu yang lama, karena ya itu dugaan ya. Dugaan menghalang-halangi Pasal 21 Obstruction of Justice (OOJ) yang dilakukan mantan Presiden Jokowi” ucapnya.
Kaesang Pangarep dan kakaknya, yang merupakan wakil presiden RI, Gibran Rakabuming Raka sebenarnya sebelumnya pernah dilaporkan oleh Ubedilah Badrun ke KPK pada dua tahun lalu. Tepatnya 10 Januari 2022, yang dilaporkan karena relasi bisnisnya yang memunculkan potensi korupsi, kolusi dan nepotisme.
Buntut dari masalah tersebut, Wakil Ketua Nurul Ghufron mengatakan bahwa laporan yang disampaikan tidak memiliki bukti yang cukup, sehingga kasus tersebut tak ditindak lebih lanjut.
Pada tahun 2024, Kaesang kembali dilaporkan oleh gabungan dari organisasi masyarakat dan dosen, yaitu Boyamin Saiman, yaitu Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) terkait dengan adanya penerimaan gratifikasi berupa penggunaan pesawat jet pribadi yang digunakan dengan istrinya untuk perjalanan ke luar kota.
Terakhir, Kaesang mendatangi Kantor ACLC KPK beberapa waktu lalu untuk melakukan klarifikasi terkait dengan adanya dugaan penerimaan gratifikasi olehnya. Sampai dengan saat ini, KPK masih belum mengumumkan hasil dari penelaahan atas klarifikasi yang disampaikan oleh Kaesang.
Menyoal Blok Medan, mulanya nama Bobby muncul saat Suryanto, yang merupakan saksi dalam sidang perkara suap dan gratifikasi oleh eks Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, menyebut adanya keterlibatan Bobby dalam kasus tersebut.
Suryanto mengatakan adanya kode ‘Blok Medan’ saat mengurus izin usaha pertambangan di Maluku Utara. Lanjutnya, Jaksa KPK mempertanyakan apa maksud dari istilah tersebut.
Secara gamblang, Suryanto mengatakan bahwa istilah tersebut mengarah ke Bobby. Atas hal tersebut, dugaan yang berkembang bahwa Bobby merupakan salah satu orang yang mendapatkan IUP melalui tersangka eks Gubernur Malut, AGK.
(ain)