Gegara Kebijakan AS-Eropa
Proses rantai pasok nikel menjadi prekursor yang berbelit tersebut berkaitan dengan diberlakukannya Inflation Reduction Act (IRA) oleh Amerika Serikat (AS), serta kebijakan serupa oleh negara-negara Eropa.
“Setelah melihat posisi deposit mineral yang bisa mendukung suplai dari rantai pasok, sebenarnya saat itu [investasi CNGR di Indonesia] direncanakan bisa sampai prekursor. Namun, pada 2022 ada IRA,” ujarnya.
Menyitir situs resmi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), IRA menyediakan insentif senilai sekitar US$369 miliar untuk mendukung inovasi, manufaktur, dan penggunaan energi hijau.
Hal yang penting, dalam kasus EV, undang-undang tersebut mengharuskan EV dibuat dengan komponen baterai dan mineral penting yang bersumber dari AS.
Meskipun undang-undang tersebut memberikan pengecualian bagi negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) dengan AS, persyaratan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan AS pada pemasok China sekaligus mendorong peralihan manufaktur canggih kembali ke Negeri Paman Sam.
Dengan adanya IRA, saat itu CNGR dan investor lainnya mengerem investasi untuk memantau alias wait and see. Dengan demikian, CNGR juga memilih untuk membangun fasilitas prekursor di Maroko dan Korea Selatan yang memiliki FTA dengan AS.
“Namun, tidak masalah [sekarang], kita lihat lagi ke sini ya, sekarang 2024, market sudah berkembang di Asia Tenggara. Nah, maka secara logisnya adanya kita teruskan sampai ke prekursor itu secara bisnis itu bisa kita tetap realisasikan. Jadi memang perkembangan market itu sangat penting bagi kami,” ujarnya.
“Tentunya dukungan kebijakan dari Kementerian ESDM, Kemenperin, Kementerian Investasi itu juga sangat penting bagi investor untuk meneruskan investasinya sampai pada ujung.”
Adapun, CNGR sendiri memiliki rencana investasi kawasan industri terintegrasi yang sudah tercatat sebagai proyek strategis nasional (PSN), di mana salah satu rantai produksi industrinya adalah produk prekursor NCM.
Nilai investasi tersebut adalah US$10,5 miliar (setara Rp164,93 triliun asumsi kurs saat ini).
“Rencana kami adalah kami bisa mengembangkan suatu industri terintegrasi, tetapi kami butuh area yang cukup. Itu yang kami terus menerus koordinasi dengan pemerintah terutama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM], Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Investasi dan Hilirisasi agar bisa didukung kami bisa terintegrasi hingga closed loop untuk advanced material,” ujarnya.
Pada perkembangan lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia belum lama ini mengatakan Indonesia bakal mulai melakukan ekspor prekursor baterai untuk pabrikan Tesla, pada bulan depan atau November 2024.
Bahlil kembali memastikan prekusor baterai yang dipasok, untuk EV asal AS ini, akan berasal dari pabrik pengolahan nikel di Kawasan Industri Weda Bay, Halmahera, Maluku Utara.
“Bahkan prekursor kan bulan depan sudah kita ekspor untuk ke Amerika untuk memenuhi Tesla yang ada di Weda Bay,” ujar Bahlil dalam agenda temu media di kantornya, Jumat (18/10/2024).
Namun, Bahlil enggan menjelaskan secara lebih detail ihwal volume ekspor prekursor ke Tesla yang bakal dilakukan Indonesia.
“[Volumenya] Nanti kita umumkan dahulu, kita resmikan dahulu, baru kita umumkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Bahlil yang saat itu menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut Indonesia akan mulai menyuplai permintaan prekursor untuk Tesla pada 1 Januari 2025.
"Teman-teman oleh Huayou sedang bangun prekursor di Maluku Utara untuk menyuplai permintaan Tesla. Jadi, ke depan 1 Januari 2025 Indonesia akan mengirim material bahan baterai prekursor, yaitu pabriknya di Weda Bay," ungkap Bahlil dalam konferensi pers Realisasi Investasi Triwulan II 2024, akhir Juli.
Adapun saat ini, menurut Bahlil, bahan baku yang dibuat di Indonesia tersebut telah menjadi bahan setengah jadi, yakni berkisar 60%—70% dari nilai tambahnya.
(dov/wdh)