Secara terbuka, Budi mengatakan bahwa KPK akan memberikan bantuan apabila lembaga adhyaksa tersebut membutuhkan bantuan berupa informasi yang dapat diberikan oleh lembaga antirasuah tersebut.
Meskipun telah menyampaikan keterbukaannya, Budi mengaku sampai dengan saat ini lembaga adhyaksa tersebut masih belum menyampaikan permintaan bantuan ke KPK.
"Tentu KPK sangat terbuka untuk memberikan dukungan. Informasi yang kami peroleh, kami belum mendapatkan permintaan tersebut [LHKPN Tom Lembong]," ujarnya.
Sebelumnya, dilansir dari laman elhkpn.kpk.go.id Tom Lembong terakhir melampirkan laporan harta kekayaannya pada April 2020, yang kala itu merupakan akhir masa jabatannya sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kala itu, kekayaannya mencapai Rp101,48 miliar.
Dalam LHKPN tersebut, Tom Lembong tercatat tidak memiliki harta berupa tanah dan bangunan serta alat transportasi mesin. Kekayaannya didominasi melalui aset dalam bentuk berharga yang mencapai Rp94,5 miliar.
Selain itu, dia memiliki harta bergerak lainnya dengan nilai Rp180,9 juta. Dia juga memiliki kas dan setara Kas senilai Rp2,09 miliar, harta lainnya senilai Rp4,76 miliar. Secara menyeluruh, aset yang dimiliki Tom Lembong senilai Rp101,48 miliar lantaran dirinya mengaku memiliki utang sebesar Rp86,89 juta saat melaporkan LHKPN.
Kejaksaan Agung RI telah resmi menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka pada kasus korupsi impor gula kristal mentah oleh delapan perusahaan swasta. Dalam kasus tersebut, Tom diduga menyalahgunakan wewenang impor gula.
“Menetapkan status saksi terhadap dua orang menjadi tersangka karena telah memenuhi alat bukti. Adapun yang bersangkutan adalah TTL sebagai mantan Menteri Perdagangan. Kedua, atas nama DS selaku Direktur pengembangan bisnis pada PT PPI,” kata DIrektur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar.
(ain)