Logo Bloomberg Technoz

Harga emas Antam, misalnya, sudah melesat 38,6% sepanjang tahun ini dan berulang memperbarui rekor termahal dalam sejarah. Hari ini, emas Antam dijual seharga Rp1.567.000 per gram, sedangkan harga buyback sudah menyentuh Rp1.419.000 per gram.

Emas 'berlomba' dengan Bitcoin yang juga bergerak gila-gilaan harganya belakangan ini.

Harga Bitcoin sempat menyentuh US$73.295 pada Rabu pagi kemarin, sejengkal saja dari level rekor yang pernah pecah di US$ 73.798 pada Maret lalu. Harga Bitcoin sepanjang tahun ini sudah naik 75% year-to-date karena akhir tahun lalu harga Bitcoin masih di US$41.935, seperti diperlihatkan data Bloomberg. Sepanjang tahun ini, rata-rata harga Bitcoin bergerak di US$ 60.428,02.

Dana para pemodal bergegas masuk menyerbut ETF spot Bitcoin senilai Rp13,65 triliun jelang Pilpres AS, arus harian tertinggi ketiga. Dengan dukungan ETF dan tren peningkatan minat investor institusi, Bitcoin berada di jalur untuk mencapai rekor tertinggi baru. Potensi untuk menembus level rekor baru terbuka, terutama jika Bitcoin berhasil bertahan di atas level potensial US$70,000.

Masih Bisa Rekor Lagi?

Dua aset itu memiliki titik picu kenaikan harga yang sedikit berbeda. Kenaikan harga emas yang berulang kali memperbarui rekor tertinggi sepanjang sejarah, terutama adalah karena dua faktor.

Pertama, arah kebijakan bunga acuan The Fed. Pada September, bank sentral AS itu untuk pertama kali sejak 2020, memangkas bunga acuan. Emas sebagai investasi yang tidak memberikan imbal hasil, akan diuntungkan dalam kondisi bunga acuan rendah.

Bunga acuan lebih rendah menekan pamor dolar AS sehingga dana global merapat ke emas sebagai antisipasi inflasi jangka panjang.

Saat ini, The Fed diprediksi masih akan berlanjut memangkas bunga acuan ke depan di tengah alarm pelemahan pasar tenaga kerja. Bila ekspektasi itu berlanjut, harga emas bisa melanjutkan rekor hingga ke US$ 2.800 tahun ini.

Bank investasi seperti Citigroup pernah melansir prediksi, harga emas dunia berpeluang menembus US$ 3.000 pada pertengahan 2025 nanti.

Kedua, krisis geopolitik. Kenaikan tensi konflik di Timur Tengah terutama yang melibatkan Israel, telah membuat investor makin banyak menyerbu si logam mulia ini.

Perang di berbagai titik masih terjadi, baik di Timur Tengah antara Israel, Iran, Lebanon, juga penjajahan Zionis di Palestina.

Juga, peperangan di Eropa di mana perkembangan terakhir, Korea Utara mengirimkan ribuan pasukan ke Rusia, sebuah tindakan yang dinilai kian memperpanjang konflik di Ukraina.

Ilustrasi ATM Bitcoin di Hong Kong. (Lam Yik/Bloomberg)

Di sisi lain, lonjakan harga Bitcoin terutama terdorong dinamika perpolitikan di AS sejauh ini. Bila Trump berhasil menang, pamor Bitcoin bakal makin melesat karena ia terang-terangan mendukung mata uang kripto.

Selain itu, di Kongres dan Senat AS, makin banyak juga para pendukung kripto yang potensial mendorong aturan-aturan prokripto di masa mendatang.

Laporan yang dilansir oleh situs Politico.com menyebutkan, belanja politik senilai US$160 juta telah dikucurkan oleh perusahaan dan eksekutif terkait mata uang kripto, siap mendorong kemunculan para pendukung kripto di Kongres maupun di Senat AS.

Terdapat 13 kandidat pro-kripto baru yang berpeluang masuk menjadi anggota Parlemen AS dengan dukungan jaringan iindustri super PAC. Mereka telah menghabiskan banyak uang untuk mempromosikan sekutu dan memblokir kritik yang mengemuka di negeri itu terkait mata uang kripto.

Calon anggota Kongres dari Demokrat menggembar-gemborkan aset digital sebagai alat inklusi keuangan. Begitu juga dari kubu Republik yang menilai kripto bisa menciptakan 'kebebasan ekonomi'.

Senat AS juga diprediksi akan kedatangan anggota-anggota pro-kripto. Alhasil, siapapun yang mungkin menang Pilpres nanti, Kongres AS kemungkinan akan menjadi Kongres paling pro-kripto dan bisa mewujudkan prioritas lobi industri yang sudah lama ada untuk menghilangkan hambatan aturan terkait mata uang kripto.

Untung-Rugi

Berinvestasi di emas dengan prospek kenaikan harga kemungkinan masih terbuka ke depan, seiring dengan ekspektasi penurunan bunga acuan The Fed yang masih bertahan ke depan, ditambah konflik yang masih belum padam di berbagai titik. Bitcoin juga lebih mungkin melesat naik siapapun kelak presiden AS yang terpilih.

Namun, sebelum memutuskan menempatkan dana di dua aset tersebut, sebaiknya pertimbangkan pula untung ruginya.

Berinvestasi di emas di harga sudah sangat mahal seperti sekarang, akan terlalu berisiko bila dilakukan sebagai investasi jangka pendek.

Harga emas mungkin masih berpotensi naik, akan tetapi ruang kenaikannya mungkin sudah lebih terbatas karena sebagian investor telah memperhitungkan prospek bunga The Fed di harga saat ini. 

Artinya, investasi di emas hanya menarik untuk jangka panjang. Lonjakan harga emas seringkali dipicu oleh faktor extraordinary seperti pandemi Covid-19, krisis perbankan di AS, hingga pivot kebijakan bunga The Fed.

Adapun Bitcoin, kurang disarankan bagi investor dengan profil risiko konservatif bahkan moderat. Bitcoin cocok bagi investor agresif yang tidak keberatan dengan spekulasi harga.

Bitcoin tidak memiliki underlying asset yang jelas sehingga pergerakannya hampir selalu dipicu oleh spekulasi yang sulit diukur dengan pasti. Volatilitas harganya sangat tajam.

(rui/aji)

No more pages