Kemudian rata-rata harga bawang putih bonggol pada Oktober adalah Rp 39.890/kg. Naik tipis 0,68% dari posisi September.
Lalu rerata harga daging ayam ras sepanjang Oktober ada di Rp 35.470/kg. Naik 2,54% dari posisi bulan sebelumnya.
Sementara harga telur ayam ras pada Oktober rata-ratanya adalah Rp 28.490/kg. Naik 0,67% dibandingkan September.
Harga gula konsumsi juga naik terbatas. Rata-rata harga pada Oktober dibandingkan September tumbuh 0,62%.
Adapun harga minyak goreng kemasan sederhana pada Oktober adalah Rp 18.210/liter. Naik 0,66% dibandingkan rerata September.
Sedangkan harga minyak goreng curah pada Oktober ada di Rp 16.500/liter. Bertambah 1,48% dari posisi rata-rata September.
Harga sembako memang naik, tetapi terlihat bahwa kenaikannya relatif terbatas. Ini yang membuat memang ada inflasi, tetapi tipis saja.
Inflasi Tahunan Melambat
Secara tahunan (year-on-year/yoy), konsensus Bloomberg yang melibatkan 30 institusi memperkirakan laju inflasi Oktober ada di 1,65%. Melambat dibandingkan September yang sebesar 1,84% yoy.
Tamara Mast Henderson, Ekonom Bloomberg Economics, membuat perkiraan inflasi Oktober sebesar 1,6% yoy. Menurutnya, tekanan inflasi akibat peningkatan permintaan (demand-pull) memang mereda.
“Ini selaras dengan penurunan sentimen konsumen dan keinginan dunia usaha untuk merekrut pegawai,” sebut Henderson dalam risetnya.
Ke depan, lanjut Henderson, inflasi Tanah Air diperkirakan menyentuh di bawah 2% yoy pada semester I-2025. Terutama jika rupiah mampu melanjutkan tren penguatan, yang membuat inflasi impor (imported inflation) bisa diredam.
Inflasi Inti Stabil Tinggi
Adapun laju inflasi inti (core) secara tahunan pada Oktober diperkirakan sebesar 2.09%, berdasarkan konsensus Bloomberg yang melibatkan 21 institusi. Ekspektasi itu tidak berubah dibandingkan realisasi September, yang juga 2,09% yoy.
Meski stagnan, tetapi inflasi inti 2,09% yoy masih menjadi yang tertinggi sepanjang 2024.
Inflasi inti adalah ‘keranjang’ yang berisi harga barang dan jasa yang tidak mudah berubah. Persisten, bandel, tidak gampang turun-naik.
Oleh karena itu, inflasi inti kerap menjadi indikator untuk melihat kekuatan daya beli. Saat inflasi inti masih tinggi, maka daya beli boleh dibilang relatif terjaga.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Penjualan Riil (IPR) masih tumbuh positif. Tidak ada koreksi tajam.
“Ini artinya di kelompok masyarakat yang direkam melalui indeks consumer confidence, apakah kepercayaan konsumen, maupun dari sisi ritel, masih menunjukkan adanya aktivitas yang cukup konstan atau stabil,” ucap Sri Mulyani, awal bulan ini.
Sri Mulyani melanjutkan, saat ini banyak persepsi daya beli menurun akibat terdapat studi yang menunjukkan terdapat penurunan kelompok masyarakat kelas menengah. Merespons ini, Bendahara Negara tak menampik terdapat penurunan kelas menengah ke kelompok menengah rentan.
Dalam kaitan itu, biasanya penurunan kelas terjadi akibat inflasi yang tinggi. Inflasi tinggi ini biasanya membuat garis kemiskinan naik dan menyebabkan sebagian kelompok masyarakat mengalami penurunan daya beli.
Namun saat ini inflasi terjaga rendah. Sehingga Sri Mulyani menyebut hal itu justru menjadi dorongan positif bagi daya beli masyarakat.
“Jadi ini semuanya kan harus dilihat secara keseluruhan. Kita melihat sebetulnya dalam ekonomi yang terjadi transformasi,” ujarnya.
(aji)