Dalam laporan terpisah, ADP Research Institute menunjukkan rekrutmen tenaga kerja tumbuh kuat di sektor swasta pada Oktober, jauh melampaui ekspektasi pasar sebanyak 233.000 pekerjaan baru dari prediksi 111.000. Angka itu juga melesat dibanding September sebesar 143.000 pekerjaan.
Pasca data-data tersebut dirilis, yield Treasury naik. Dolar AS juga naik. Namun, indeks dolar AS akhirnya ditutup melemah pada penutupan bursa di New York dini hari tadi, ke 103,99. Pagi ini, indeks dolar AS kembali bergerak sedikit naik ke kisaran 104,08.
Indeks dolar AS yang lebih rendah, memungkinkan rupiah forward ditutup menguat, pertama kali setelah tiga hari beruntun melemah. Rupiah NDF-1M ditutup di Rp15.705/US$ dini hari tadi. Namun, pagi ini, seiring gerak indeks dolar AS, rupiah forward kembali bergerak di Rp15.726/US$.
Pada pembukaan pasar spot Asia pagi ini, beberapa mata uang kawasan dibuka lemah. Won Korsel turun nilainya 0,11%, baht juga melemah 0,11%. Sedangkan yuan offshore dan dolar Singapura bergerak sedikit, melemah 0,01%.
Hari ini, pasar akan mencermati keputusan Bank of Japan yang akan mengumumkan kebijakan bunga acuan terbaru. Pasar sejauh ini memperkirakan Ueda dan rekan akan menahan bunga acuan.
Berlanjut nanti malam, beberapa data penting juga akan dilansir. Mulai dari laporan belanja dan pendapatan AS, lalu data inflasi PCE, klaim pengangguran awal juga employment cost index serta Challenger job cuts.
Ekonom Bloomberg Economics memperkirakan inflasi PCE dan inflasi inti PCE naik masing-masing 0,2% dan 0,3% pada September setelah kenaikan lebih kecil pada Agustus. "Kenaikan tersebut mungkin akan menahan inflasi inti tahunan pada 2,7%," kata Anna Wong dan kawan-kawan di tim Bloomberg Economics.
Pendapatan pribadi AS diperkirakan naik 0,3%, sedikit lebih baik dibanding Agustus 0,2%. Namun pengeluaran diperkirakan tumbuh lebih kuat yaitu 0,5% pada September, dibanding bulan sebelumnya 0,2%.
'Rebound' pasar SBN
Rupiah mungkin masih bisa berharap dukungan dari animo pemodal asing yang terlihat padu di pasar surat utang negara.
Jelang Pilpres AS yang tinggal hitungan hari, para pengelola dana global banyak menempatkan aset di Surat Berharga Negara (SBN) yang dinilai masih cukup atraktif, bersama surat utang India dan Korea Selatan.
Data yang dikompilasi oleh Bloomberg sejauh ini juga memperlihatkan, para pemodal asing memperpanjang periode pembelian surat utang RI untuk enam bulan beruntun, periode pembelian terpanjang sejak 2017.
"Tingkat imbal hasil riil masih menarik, menambah daya tarik hasil nominal yang lebih tinggi dibanding surat utang negara tetangga," kata Philip McNicholas, Strategist di Robeco Group, Singapura, seperti dilansir oleh Bloomberg News.
Stabilitas transisi pemerintahan yang dinilai mulus, ditambah inflasi yang masih terkendali, juga menjadi poin plus surat utang RI.
Beberapa pengelola dana global kelas kakap seperti Allianz Global Investors, Franklin Templeton juga Gama Asset Management, menempatkan aset-aset fixed income di negara-negara Asia di luar Tiongkok, sebagai incaran utama saat ini.
"Dalam beberapa pekan ke depan, akan ada banyak kebisingan. Jika Anda melihat ke luar AS, ke Asia, mana tempat berlindung yang aman? Yang mudah terlintas dalam pikiran adalah obligasi Indonesia," kata Christy Tan, Investment Strategist di Franklin Templeton, fund manager dengan dana kelolaan lebih dari US$ 1,6 triliun sampai akhir September lalu.
Pada penutupan pasar sore kemarin, mayoritas tenor SBN mencatat penurunan imbal hasil meski tidak banyak. Yield 4Y turun 4,7 bps ke 6,70%, sedangkan tenor 5Y turun sedikit 0,2 bps.
Tenor pendek 2Y sedikit berubah jadi 6,41%. Sedangkan tenor 10Y turun 1,2 bps jadi 6,82%.
Citi Research dalam riset terbarunya juga menyebut rupiah sebagai salah satu valuta pilihan saat ini di tengah ketidakpastian yang makin meningkat jelang Pilpres AS.
Rupiah, bersama won Korsel, rupee India menjadi mata uang Asia yang dilirik. "Arus valas di luar dolar AS menunjukkan tanda-tanda mencapai level terendah terutama di Amerika Latin dan Asia. Hasil polling Pilpres AS menunjukkan hasil yang ketat, kita bisa melihat aksi profit taking lebih lanjut dari posisi Trump jelang Pilpres. Kami rekomendasikan valuta taktis yang bisa menguntungkan," kata Giammarco Miani, analis Citi Research.
Arus kas CitiFX dalam tiga bulan untuk investor dengan leverage dan uang riil menunjukkan posisi beli yang jelas dalam rupiah, juga TRY (lira Turki), BRL (real Brasil), ZAR (rand Afsel).
(rui)