“Tapi di sini kami juga tadi menyampaikan bahwa khususnya untuk industri padat karya kami bisa mengharapkan untuk bisa tetap mengikuti UMP sesuai dengan tingkat provinsi,” kata Shinta.
Ia berpandangan, alih-alih UMP terus menjadi persoalan yang diperhatikan, Shinta mendorong agar bipartit atau perundingan antara pekerja atau serikat buruh dengan pengusaha lebih dikedepankan untuk membahas persoalan upah.
“Jadi kami harapkan bahwa kembali lagi kita bisa berdasarkan kepada isu apa yang sudah ditetapkan di bipartis melalui UMP tapi kemudian selanjutnya bisa ditetapkan melalui bipartit masing-masing,” kata Shinta.
Sementara itu, ketika dimintai keterangan terkait aspirasi buruh yang meminta kenaikan UMP sekitar 10%, Shinta menyatakan pihaknya secara prinsip akan mengikuti aturan yang ditetapkan yakni Peraturan Pemerintah tahun 2020.
“Karena di situ sudah jelas ada formulanya. Berdasarkan juga kondisi perekonomian daerah maupun inflasi, pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dan ada koefisiennya. Jadi itu yang sebenarnya diikuti. Jadi tidak bisa disamaratakan semua daerah di Indonesia,” kata Shinta.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pembahasan yang dilakukan dengan Apindo membahas kondisi industri padat karya yang mencakup sektor otomotif, industri, sektor retail, dan tekstil.
Ia menjelaskan bahwa Apindo berharap bahwa keputusan pengupahan yang diramu pemerintah dapat mencerminkan perkembangan perekonomian terkini, serta berbasis regulasi.
“Ketiga ada komitmen dari pengusaha untuk bicaranya tidak hanya UMP, tetapi juga bicara mengenai skala upah dan juga struktur skala upah, dan juga berharap produktivitas bisa menjadi salah satu faktor,” tutur Airlangga dalam kesempatan yang sama.
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso sebelumnya mengonfirmasi konfigurasi besaran UMP 2025, yang akan diumumkan bulan depan, sudah mulai disusun.
“Kita diskusi dengan Pak Sekjen dan beberapa Dirjen [Kemenaker] mengenai kebijakan ketenagakerjaan kita seperti apa; termasuk siklusnya setiap Oktober—November itu kan menetapkan upah minimum," tutur Susi ketika ditemui di kantornya, awal bulan ini.
Susi menjelaskan, besaran UMP 2025 diramu berlandaskan Peraturan Pemerintah No. 36/2021, yang diubah dengan PP No. 51/2023 tentang Pengupahan, yakni besaran tertentu dikalikan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pemerintah dalam menentukan UMP 2025 juga mempertimbangkan realitas dan kebutuhan pekerja.
"Dengan demikian, kita akan cari jalan keluarnya, bagaimana dari sisi regulasi, tata kelolanya tetap kita bisa comply. Akan tetapi, di sisi yang lain, kebutuhan riil yang kira-kira dibutuhkan untuk naik berapa; itu bisa kita potret betul," tutur Susi.
(azr/lav)