Sesuai dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) No. 527/2004 tentang Ketentuan Impor Gula; semestinya impor gula mentah atau GM hanya diperbolehkan untuk kebutuhan GKR bagi pabrik-pabrik atau perusahaan rafinasi.
Terdapat 11 pabrik gula rafinasi yang diizinkan beroperasi oleh pemerintah pada saat itu. Merekalah yang mengimpor GM untuk dijadikan GKR yang digunakan oleh industri makanan dan minuman (mamin).
Selama bertahun-tahun kebijakan dikotomi pasar gula di Indonesia berlaku, selama itu pula persoalan rembesan GKR ke pasar GKP terus terjadi. Kuota impor GM yang berlebih hingga jalur distribusi GKR yang gemuk menjadi lingkaran setan yang sulit diputus di industri pergulaan nasional.
Hampir setiap tahun, dunia pergulaan Indonesia diwarnai dengan isu tarik-menarik kepentingan kuota impor GM. Dari sisi industri, mereka selalu mengatakan bahwa kebutuhan GKR untuk industri mamin terus bertumbuh, sehingga kuota impor harus ditambah tiap tahunnya.
Dari sisi petani, mereka selalu memprotes kebijakan kuota impor GM yang makin membengkak dan berpotensi menyebabkan rembesan GKR ke pasar gula konsumsi yang pada akhirnya membuat stok dan harga GKP lokal porak-poranda.
Keran Impor Dijebol
Belum selesai permasalahan rembesan GKR ke pasar gula konsumsi tersebut, tiba-tiba pada 2015—saat Tom menjabat sebagai Mendag — pemerintah membuat keputusan mengejutkan dengan membedol gembok keran impor GM; tidak lagi hanya untuk GKR, tetapi juga untuk bahan baku GKP.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kebijakan pembukaan keran impor GM untuk GKP memang mulai dilakukan sejak akhir 2015, di mana saat itu Kemendag diketahui memberikan surat persetujuan impor (SPI) sebanyak 105.000 ton.
Tak berselang setahun setahun setelahnya, impor GM untuk GKP makin membeludak. Kemendag pada 2016 diketahui menerbitkan SPI gula mentah untuk gula konsumsi sebanyak 1,36 juta ton.
Menurut berkas LHP BPK pada 2016, impor gula tersebut juga banyak dilakukan oleh koperasi milik TNI dan Polri, alih-alih badan usaha milik negara (BUMN).
Dalam LHP BPK tertulis bahwa deretan instansi atau korporasi yang menadah bagian kuota impor gula yang berafiliasi dengan Induk Koperasi Kepolisian (Inkoppol) mencakup; PT Berkah Manis Makmur, PT Dharmapala Usaha Sukses, PT Andalan Furnindo, PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, dan PT Sentra Usahatama Jaya. Total jatah impor mereka adalah 200.000 ton.
Sementara itu, koperasi milik TNI—Induk Koperasi Kartika — melalui PT Angels Products mendapat jatah 262.500 ton GKP, Satuan Koperasi Kesejahteraan Prajurit (SKKP) TNI dari PT Berkah Manis Makmur 20.000 ton, dan PT Adikarya Gemilang yang terafiliasi dengan Pusat Koperasi Polisi (Puskoppol) 30.000 ton.
Masih menurut laporan BPK saat itu, Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Lampung pada 2016 juga meneken nota kesepahaman dengan PT Adikarya Gemilang dan Pabrik Gula Gorontalo untuk jatah impor 65.200 ton.
Secara kumulatif, serentang 2015—2016, impor GM untuk GKP menggelembung jauh di atas produksi dan konsumsi nasional. Pada 2015, produksi gula konsumsi nasional ditaksir mencapai 2,79 juta ton dengan kebutuhan gula konsumsi tahunan 2,81 juta ton.
Dengan catatan tersebut, seharusnya defisit gula saat itu hanya mencapai 25.600 ton. Pada kenyataannya, SPI gula mentah yang diterbitkan oleh otoritas perniagaan di Ridwan Rais menembus 105.000 ton.
Adapun, pada 2016, kuota impor GM untuk GKP mencapai 1,36 juta ton. Tahun tersebut, kebutuhan GKP nasional diproyeksi sebanyak 3,05 juta ton, sedangkan produksinya 2,57 juta ton.
Artinya, defisit yang harus ditutup sejatinya hanya sebanyak 477.200 ton. Dengan demikian, kuota impor yang diberikan nyata-nyata melambung dua kali lipat lebih tinggi dari yang semestinya dibutuhkan.
Kasus Tom Lembong
Rekam jejak impor gula yang karut-marut pada tahun-tahun awal Jokowi menjabat sebagai Presiden tersebut seolah-olah masih satu tarikan napas dengan temuan Kejaksaan Agung (Kejagung) soal dugaan kasus korupsi impor gula oleh Tom, baru-baru ini.
Menurut Kejagung, kasus dugaan korupsi izin impor GM untuk GKP tersebut memang terjadi saat Tom menjadi Mendag pada 2015—2016.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar menjelaskan Tom saat itu memang menerbitkan SPI GM sebanyak 105.000 ton untuk diolah menjadi GKP. Angka yang cocok dengan laporan BPK kala itu.
Menurut laporan versi Kejagung, pada 28 Desember 2015, Kemenko Perekonomian menggelar rapat yang salah satu pembahasannya adalah soal Indonesia akan kekurangan GKP pada 2016 sebanyak 200.000 ton.
Seharusnya, instansi yang diperbolehkan mengimpor GM untuk GKP hanyalah BUMN, sebagaimana termaktub dalam Keputusan Menperindag No. 527/2004 tentang Ketentuan Impor Gula.
Akan tetapi, Tom disebut malah memberikan persetujuan kepada perusahaan swasta berinisial PT AP untuk melakukan impor.
"Impor gula kristal tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait," kata Abdul Qohar.
Tom sendiri belum memberikan tanggapan resmi terkait dengan penetapannya sebagai tersangka dan hanya tersenyum saat ditanya wartawan ketika ditangkap.
Sementara itu, tersangka lainnya, yakni DS selaku Direktur Pengembangan Bisnis Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) memerintahkan bawahannya melakukan pertemuan dengan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Qohar mengatakan untuk mengatasi kekurangan gula seharusnya yang diimpor adalah GKP. Namun, impor yang dilakukan adalah GM. Setelah itu, GM tersebut diolah oleh perusahaan yang hanya memiliki izin mengelola gula kristal rafinasi.
Setelah gula diolah, PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula itu dijual ke masyarakat dengan harga Rp16.000/kg yang lebih tinggi dari harga eceran tertinggi saat itu, yakni Rp 13.000/kg.
Qohar menyatakan PT PPI mendapat fee dari perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tersebut senilai Rp105 per kilogram. Bila ditotal maka kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp400 miliar.
Saat ini, Kejagung masih menahan Tom Lembong di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Namun, publik masih menantikan ke mana alur cerita sengkarut dugaan korupsi impor gula mentah nyaris satu dekade silam tersebut akan terbongkar.
(wdh)