Logo Bloomberg Technoz

Indonesia punya kelebihan dari tingkat inflasi yang terkendali, ditambah transisi pemerintahan yang mulus dengan posisi menteri vital tidak ada perubahan.

Prospek penurunan bunga acuan BI rate juga masih terbuka, di tengah perlambatan ekonomi Indonesia yang mengharapkan ada dukungan pelonggaran lebih lanjut.

Pilihan akan obligasi pemerintah Indonesia juga disebutkan oleh Gama Asset Management, perusahaan pengelola aset global yang bermarkas di Jenewa, Swiss.

Obligasi terbitan pemerintah RI, bersama Filipina dan Korea Selatan, yang telah memangkas bunga acuan beberapa waktu lalu, menjadi pilihan terbaik para investor surat utang, kata Chief Investment Officer Gama Asset Management Rajeev De Mello.

Pemodal asing telah banyak kembali ke pasar surat utang Asia (Bloomberg)

Penyedia indeks FTSE Russel bahkan telah menambahkan obligasi dari dua negara Asia, yakni Korsel dan India, di dua indeks terpisah. Khusus India, ia dimasukkan ke indeks surat utang negara berkembang mulai tahun depan, dipercaya bisa memicu arus masuk modal asing ke Negeri Bollywood itu hingga US$ 9 miliar.

"Fundamental membaik, teknikal juga positif ditambah valuasi masih menarik. Dengan pemangkasan bunga acuan oleh The Fed dan stimulus Tiongkok, saya kira investor akan mendapatkan angin segar bagi kinerja pasar negara berkembang tahun depan," kata Shamaila Khan, Head of Fixed Income Emerging Market & Asia Pacific di UBS Asset Management. Ia merekomendasikan obligasi dolar AS terbitan pemerintah Sri Lanka dan Pakistan.

Porsi asing masih kecil

Minat asing yang masih besar ke obligasi rupiah yang sempat terjegal beberapa waktu lalu, diyakini akan kembali setelah koreksi kemarin yang dinilai sifatnya sementara saja menurut para fund manager lokal.

Ketidakpastian pasar diharapkan bisa mereda begitu hasil Pilpres AS keluar dan keputusan pertemuan -FOMC- bank sentral AS, Federal Reserve, pada bulan November, melempar sentimen positif.

"Saya masih yakin kenaikan UST [surat utang AS] dan DXY [dolar AS], temporary. AS masih bermasalah dengan defisit fiskal yang tinggi yang tentunya akan sangat terpengaruh jika bunga tetap tinggi," kata Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto.

Faktor domestik juga masih mendukung penguatan pamor SBN ke depan. Pertama, BI masih berpeluang memangkas bunga acuan menyusul tingkat inflasi yang melandai. "Tinggal menunggu tekanan ke rupiah mereda," kata Handy.

Kedua, tekanan supply SBN juga sebenarnya rendah karena pemerintah mengoptimalkan Saldo Anggaran Lebih, loan program dan optimalisasi investment financing. Kebijakan fiskal yang hati-hati pada 2025 memperkuat sentimen positif.

Ketiga, permintaan pembelian dari investor domestik dan asing masih cukup solid. "Meskipun asing sudah masuk banyak, akan tetapi level kepemilikan asing masih lebih rendah dari pre-covid level," jelas Handy.

Data Kementerian Keuangan mencatat, investor asing saat ini menguasai sekitar Rp886,3 triliun per 28 Oktober lalu. Angka itu sudah meningkat hampir Rp100 triliun atau sekitar Rp98,01 triliun dibanding posisi ownership terendah oleh asing tahun ini pada awal Mei lalu.

Sementara dibanding kelompok investor lain, porsi penguasaan asing itu masih tak sampai 15% dari total outstanding SBN di pasar sekunder. Bandingkan dengan masa prapandemi di mana asing menguasai sekitar 40% SBN di pasar.

Keempat, secara siklus, bulan November-Desember biasanya positif bagi pasar obligasi domestik.

Yield spread menyempit

Animo asing mungkin akan makin besar dalam hari-hari ke depan terutama bila data laporan ketenagakerjaan AS yang dilansir Jumat malam nanti, sesuai ekspektasi pasar.

Itu menjadi titik balik setelah sepekan terakhir, arus jual membesar di pasar domestik, termasuk di pasar surat utang.

Akan tetapi, bila tekanan masih berlanjut di pasar Tresury yang makin melambungkan yield, ada risiko penyempitan selisih imbal hasil yang makin besar dengan surat utang RI dan membuat pamornya susut.

Saat ini saja, selisih imbal hasil investasi antara surat utang RI dengan AS, saat ini sudah semakin menyempit dibanding posisi September. 

Pada September lalu, yield spread sudah hampir 300 basis poin. Sedangkan saat ini, untuk tenor 10Y, yield spread menyempit tinggal 257 bps.

Donald Trump & Kamala Harris di layar selama debat presiden kedua di Pennsylvania Convention Center, AS, Selasa (10/9/2024). (Hannah Beier/Bloomberg)

Artinya, bila terjadi penurunan lagi di pasar Treasury, bisa makin menekan juga keuntungan imbal hasil yang diperoleh investor dari memegang surat utang negara Asia. Begitu juga bila nilai tukar makin melemah akan dolar AS, daya tarik surat utang RI bisa ikut terkikis.

Kini, pasar akan mencermati seksama rilis data jobs report AS pada Jumat, disambung Pilpres AS pekan depan dan menanti FOMC The Fed pada 7 November nanti.

Pertanyaan utama para investor di Asia adalah bagaimana dampak hasil Pilpres AS nanti pada peta perdagangan global, terutama adanya risiko kenaikan tensi ketegangan AS-Tiongkok bila Donald Trump terpilih.

India, Indonesia, dan Korea Selatan kesemuanya merupakan mitra dagang penting AS yang akan terpengaruh bila ada peningkatan ketegangan tersebut. 

Bila AS di bawah presiden barunya nanti menaikkan tensi perang dagang dengan Tiongkok, maka yang akan diuntungkan adalah negara yang tidak memiliki ketegangan bilateral dengan AS. India menjadi salah satu negara yang akan banyak diuntungkan bila perang dagang itu benar makin panas.

(rui)

No more pages