RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish. Namun waspada, karena RSI di atas 70 juga merupakan sinyal sudah jenuh beli (overbought).
Sementara indikator Stochastic RSI berada di 83,29. Sudah di atas 80, lagi-lagi memberi indikasi sudah jenuh beli.
Oleh karena itu, bukan tidak mungkin harga emas akan turun. Maklum, kenaikannya sudah lumayan tinggi.
Cermati pivot point di US$ 2.763/troy ons. Sebab jika tertembus, maka harga emas akan menguji support di rentang US$ 2.756-2.738/troy ons.
Sedangkan target resisten terdekat adalah US$ 2.787/troy ons, Penembusan di titik itu bisa membawa harga emas naik menuju target paling optimistis yakni US$ 2.829/troy ons.
Rilis Data Ketenagakerjaan AS
Rilis data terbaru di Amerika Serikat (AS) menjadi katalis kenaikan harga sang logam mulia. Malam tadi waktu Indonesia, US Bureau of Labor Statistics merilis data pembukaan lapangan kerja (job openings).
Pada September, pembukaan lapangan kerja turun 418.000 dibandingkan Agustus menjadi 7,443 juta. Angka ini di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan di 7,861 juta dan menjadi yang terendah sejak Januari 2021.
Data ini meneguhkan keyakinan pasar bahwa bank sentral Federal Reserve bakal menurunkan suku bunga acuan bulan depan. Mengutip CME FedWatch, probabilitas penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,5-4,75% pada November mencapai 98,4%.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas akan lebih menguntungkan saat suku bunga turun karena ikut menurunkan opportunity cost.
“Pelaku pasar mengambil posisi menjelang Pemilihan Presiden AS dan mengantisipasi penurunan suku bunga acuan oleh The Fed. Termasuk pula ketidakpastian geopolitik,” tulis Suki Cooper, Analis Standard Chartered Plc sebagaimana diwartakan Bloomberg News.
(aji)