Sahat menekankan bahwa fungsi pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dan pengawasan keamanan pangan segar asal tumbuhan terhadap pemasukan komoditas tersebut telah dilakukan melalui sistem karantina yang sudah terintegrasi.
“Sistem pengawasan kami dilengkapi dengan layanan digitalisasi, yaitu Prior Notice. Melalui sistem ini, dokumen terkait komoditas telah kami peroleh sebelum barangnya sampai di pelabuhan. Ini merupakan bagian dari sistem pre-border yang terus kami tingkatkan,” jelas Sahat.
Dalam sistem Prior Notice, seluruh pelaku usaha di negara asal wajib mengirimkan dokumen pendukung sebagai langkah antisipasi sebelum komoditas tersebut sampai di Indonesia. Dengan begitu, prosedur pemasukan komoditas ke Indonesia tidak hanya lebih cepat, tetapi juga lebih aman dan memenuhi aspek biosecurity protection.
Selain sistem Prior Notice, Sahat menegaskan bahwa setiap prosedur pemasukan komoditas di pelabuhan harus sesuai dengan regulasi karantina yang berlaku, termasuk tahap verifikasi dokumen dan inspeksi fisik terhadap komoditas. Setiap komoditas yang masuk akan melalui pengecekan ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap standar karantina dan keamanan pangan.
“Prosedur ini tidak hanya memastikan keamanan pangan, tetapi juga meminimalisir risiko masuknya OTPK yang bisa berdampak pada kelestarian tanaman lokal dan keseimbangan ekosistem," tambah Sahat.
Sahat melanjutkan bahwa komoditas tumbuhan yang masuk sudah melalui proses Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan (AROPT) untuk menentukan manajemen risiko yang tepat dalam mencegah masuknya OPTK yang mungkin terbawa pada komoditas.
Selain itu, penilaian risiko aspek keamanan pangan juga dilakukan dan hasilnya telah diterapkan dalam bentuk pengawasan keamanan pangan segar asal tumbuhan, baik melalui mekanisme rekognisi/pengakuan sistem keamanan pangan negara asal maupun registrasi laboratorium penguji keamanan pangan di negara asal.
Dengan pengawasan ketat ini, Sahat berharap dapat memastikan bahwa setiap komoditas yang masuk ke Indonesia aman dikonsumsi dan tidak membawa risiko bagi kesehatan manusia serta ekosistem hayati di dalam negeri.
Sebagai informasi tambahan, telah dilakukan uji coba sampel anggur laboratorium oleh Thai-PAN, Dewan Konsumen Thailand (TCC) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA). TCC membeli 24 sampel anggur populer dari berbagai lokasi termasuk dua dari toko daring, tujuh sampel dari toko buah dan pasar segar, serta 15 dari supermarket, pada tanggal 2 dan 3 Oktober.
“Hanya sembilan sampel yang dapat diidentifikasi sebagai barang impor dari China, sedangkan 15 sampel lainnya tidak dapat diidentifikasi negara asal,” kata Prokchon Usap, koordinator Thai-PAN dikutip dari media Thailand.
“Sangat mengejutkan ketika kami melihat bahwa 23 dari 24 sampel mengandung residu pestisida yang melebihi batas yang diizinkan. Satu sampel ditemukan mengandung klorpirifos, insektisida yang dilarang di Thailand," tambahnya.
(red)