Logo Bloomberg Technoz

Pada tahun 2000, Tom ditunjuk menjadi Kepala Divisi dan Wakil Presiden Senior di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kala itu, BPPN berada dibawah Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia yang bertugas melakukan rekapitalisasi dan restrukturisasi perbankan Indonesia usai krisis moneter 1998.

Setelah itu, Tom berpindah ke Farindo Investments hingga tahun 2005. Tahun 2006, Tom Lembong menjadi salah satu pendiri, Chief Executive Officer, dan Managing Partner di Quvat Management Pte.Ltd, sebuah perusahaan dana ekuitas. Kemudian ia menjadi Presiden Komisaris PT Graha Layar Prima Tbk tahun 2012-2014.

Tom menjadi penasehat ekonomi Gubernur DKI Jakarta tahun 2013 yang saat itu dijabat oleh Joko Widodo. Dirinya juga menjadi penulis pidato Jokowi sejak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta hingga masa jabatan pertama sebagai Presiden Indonesia. 

Sejak Juli 2016-Oktober 2019, Tom menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Selanjutnya, ia menjabat sebagai penasehat Internasional Institut Kajian Strategis Internasional (IISS) di London dan International Plastic Omnium di Perancis.

Tahun 2021, Tom Lembong ditunjuk oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menjadi Komisaris Utama PT Jaya Ancol. Setelah itu, Tom mendirikan Consilience Policy Institute yang beroperasi di Singapura. Institusi ini untuk mewadahi para pemikir kebijakan ekonomi internasionalis dan reformis di Indonesia.

Pada proses Pemilihan Presiden 2024-2029 lalu, Tom Lembong merupakan salah satu figur yang agresif mengkritik pemerintahan Jokowi, termasuk mengatakan harga nikel turun karena program hilirisasi Jokowi. 

Bahkan kritikan tersebut sempat memancing Mantan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan murka. Menurut Luhut, pernyataan Tom Lembong soal nikel tidak benar. 

“Waktu anda BKPM apa yang anda lakukan coba? Anda ditugasin untuk OSS, bagaimana saya ingat betul bagaimana anda curhat ke saya, tapi itu kan sampai anda tinggalkan kabinet tidak selesai, kami yang selesaikan itu,” ujar Luhut

“Anda perlu melihat data panjang, 10 tahun, kan Anda pebisnis juga. Kan siklus dari komoditi itu kan naik turun, apakah itu batu bara, nikel, mas, apa saja, tapi kalau kita melihat 10 tahun ini harga nikel dunia US$15 ribuan, bahkan periode 2014-2019 itu periode hilirisasi kita lakukan rata-rata nikel US$12 ribu, jadi saya tidak ngerti bagaimana Tom Lembong berikan statement seperti ini,” tambah Luhut.

Luhut juga mengingatkan Tom Lembong untuk tidak menyebarkan kabar bohong ke publik. Itu tidak menunjukkan kepintaran yang selalu dikedepankan mantan Mendag itu.

“Oke anda betul seorang intelektual tapi karekater anda tidak bagus. cucu saya ngomong ada mantan menteri bicara menjelek2an pemerintahan sendiri. Tom juga harus ngerti kalau harga nikel tinggi sangat berbahaya, 3 tahun lalu cukup tinggi orang mencari baterai lain, salah satu lahirnya LFP . Ini kalau bikin ketinggian orang akan cari alternatif lain, cari keseimbangan lain,” tambah Luhut.

Luhut juga mengingatkan Tom Lembong untuk tidak selalu menjelekkan pemerintah.

“Titip pada tom kalau sudah tidak di goverment lagi, jangan menceritakan yang tidak baik pada sebetulnya tidak benar. Pernah inflasi di bawah 3% kan baru sekarang, pernah 44 bulan surplus ekspor baru sekarang,itu karena apa? ya hilirisasi. Kita bisa mengelola masih tumbuh 5%, kita juga masih berupaya di atas 5-6% hingga 2030,” tutup Luhut.

(red)

No more pages