Logo Bloomberg Technoz

Di Asia pagi ini, rupiah menjadi valuta Asia dengan pelemahan terdalam sebesar 0,11%, disusul oleh yuan Tiongkok 0,04%, lalu ringgit yang melemah senilai sama. Yuan offshore juga melemah tipis 0,02% serta dolar Singapura 0,01%.

Sedangkan baht malah melesat kuat pagi ini di mana bersama won Korsel menjadi valuta dengan penguatan terbanyak, 0,32%.

Peso dan dolar Taiwan juga menguat masing-masing 0,11% dan 0,06%. Penguatan sebagian mata uang Asia didukung oleh yen Jepang yang bangkit dengan naik nilainya 0,21%.

Pelemahan rupiah lagi hari ini sudah diperkirakan melihat pergerakan di pasar forward yang memperpanjang tren penurunan nilai. Rupiah NDF pagi ini makin tertekan di Rp15.770/US$ ketika indeks dolar AS sedikit turun ke 104,26.

Menghitung pergerakan lima hari perdagangan terakhir, rupiah keluar sebagai valuta Asia dengan performa paling buruk karena pelemahannya mencapai 1,21%, terbesar dibanding ringgit 0,82% ataupun baht 0,77%. 

Pelaku pasar kini mengantisipasi rilis serial data ekonomi AS, yang akan diawali oleh hasil survei ketenagakerjaan (JOLTS opening) nanti malam juga Indeks Keyakinan Konsumen AS.

Makin dekat gelar Pemilihan Presiden AS pada pekan depan, mendorong pasar lebih volatile. Survei Bloomberg Markets Live Pulse menunjukkan, bila Donald Trump menang pilpres, saham dan Bitcoin akan diuntungkan ketimbang bila Kamala Harris yang unggul.

Sekitar 38% responden melihat ekuitas akan meningkat setahun dari sekarang di bawah kandidat dari Partai Republik, dibandingkan 13% di bawah kandidat Partai Demokrat.

Namun, kemenangan Trump tidak menguntungkan aset emerging market, terutama valutanya, karena kebijakan tarif barang impor akan melesatkan inflasi dan menjegal prospek bunga acuan The Fed. Itu akan melambungkan pamor dolar AS makin tinggi dan melemahkan mata uang lain, termasuk rupiah.

Selain itu, dengan kini harga minyak dunia kembali bangkit seiring tensi konflik yang meningkat di Timur Tengah pasca serangan Israel ke Iran, makin membuat rupiah kehilangan daya tarik. Lonjakan harga minyak yang berlanjut membebani anggaran dan bisa memicu inflasi lagi. 

Hari ini, Kementerian Keuangan menggelar lelang rutin Surat Utang Negara (SUN) dengan target indikatif Rp22 triliun. Lelang akan berlangsung ketika sentimen pasar tengah memburuk. Para investor mungkin berupaya mencari yield lebih tinggi di pasar primer terutama untuk tenor favorit 2Y, 5Y dan 10Y.

(rui)

No more pages