"[Kita melaporkan kepada] Kejagung itu belum lama loh. Jadi gini, [pelunasan] itu paling lambat kalau berkas lengkap dan benar dan sudah ada dari hasil verifikasi dari surveyor independen," kata Isy.
"Kami sudah melakukan survei independen, tetapi penyelesaian dari survei ini melebihi batas waktunya. Untuk menentukan surveyor itu kan harus memenuhi lelang, tidak boleh penunjukan langsung. Nah pelaksanaan lelang itu mengalami kendala waktu itu. Kemudian ada keputusan pemerintah itu terminnya dicabut saat itu, sehingga ada kekhawatiran mengenai aspek hukumnya. Oleh sebab itu, kami perlu pendapat hukum dari Kejaksaan Agung. Sebetulnya perlu waktu untuk melakukan verifikasi betul enggak yang didistribusikan oleh para pelaku usaha itu. Jadi ada proses yang mungkin dari teman-teman [peritel] terlewatkan," sambungnya.
Peritel modern sebelumnya berencana menyetop penjualan minyak goreng di pasar modern lantaran pemerintah belum melunasi selisih harga miyak goreng dalam kebijakan satu harga yang dijalankan sejak Januari 2022. Tunggakan pemerintah disebut mencapai Rp344,15 miliar.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengaku telah berulang kali melakukan audiensi dengan pihak-pihak terkait termasuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR. Aprindo juga sudah mengirimkan surat ke Kantor Staf Presiden (KSP), tetapi tidak membuahkan hasil juga.
“Opsi penyetopan [penjualan] minyak goreng ini akan dilakukan dalam waktu dekat agar semuanya sadar bahwa ada masalah yang tidak kunjung selesai hingga lebih dari satu tahun,” kata Roy, Kamis (13/4/2023).
Saat ini, Roy masih berkoordinasi dengan 31 peritel modern yang menjalankan lebih dari 30.000 gerai di seluruh Indonesia sebelum mengeksekusi rencana penyetopan tersebut.
Dia menjelaskan besaran utang pemerintah tersebut dihitung berdasarkan rerata selisih harga keekonomian minyak goreng senilai Rp17.260/liter dengan harga jual yang ditetapkan oleh pemerintah secara sepihak senilai Rp14.000/liter.
Kementerian Perdagangan menerbitkan kebijakan minyak goreng satu harga yang berlaku pada 19—31 Januari 2022 sebagai upaya mengatasi lonjakan harga kebutuhan pokok berbahan baku minyak kelapa sawit tersebut. Kebijakan tersebut berlaku untuk seluruh jenis minyak goreng tanpa terkecuali.
Dasar hukum dari kebijakan tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan No. 3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Aturan itu kemudian tidak berlaku setelah diterbitkannya Permendag No. 6/2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Menurut Roy, tidak berlakunya Permendag No. 3/2022 dijadikan alasan oleh pemerintah untuk lari dari tanggung jawabnya. Mengacu pada beleid tersebut, pelaku usaha ritel modern seharusnya menerima pembayaran selisih harga minyak goreng dari pemerintah paling lambat 17 hari setelah proses verifikasi selesai.
(wdh)