Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai, terkadang pemerintah merasa tidak cocok dengan pembahasan RUU tersebut bahkan ada tumpang tindih kewenangan antar kementerian, antar lembaga, hingga antar direktorat jenderal.
“Itu bisa jadi lambat pembahasannya. Di mereka sendiri harus duduk, setelah nanti mereka ada titik ketemu, baru datang ke sini. Sama seperti kita di sini,” sebut Saleh.
RUU Perampasan Aset mulai digagas sejak tahun 2008 di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, baru di era Presiden Joko Widodo, draf dan naskah akademik RUU Perampasan Aset dapat diselesaikan. Presiden Jokowi bahkan telah mengirimkan surpres ke DPR pada 4 Mei 2023. Namun, hingga masa bakti DPR periode 2019-2024 berakhir, RUU Perampasan Aset belum pernah dibahas.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas saat itu menyampaikan, pembahasan RUU Perampasan Aset di pemerintah sudah selesai. Hal itu ditandai dengan penyerahan Surat Presiden tentang RUU Perampasan Aset ke DPR pada 4 Mei 2023.
Oleh karena itu, pemerintah masih akan menunggu DPR baru untuk menindaklanjuti pembahasan RUU tersebut. Pembahasan akan dimulai dengan penyusunan Program Legislasi Nasional 2024-2029 antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Baleg DPR.
Menurut Supratman, pihaknya masih mengkaji kebutuhan pemerintahan baru untuk mengeluarkan surpres lagi atau tidak. Sebab, surpres yang dikirimkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun lalu masih belum ditindaklanjuti. Apalagi, pembahasan RUU yang bisa melalui mekanisme carry over hanyalah yang sudah masuk dalam tahap pembahasan.
(mfd/frg)