Hal tersebut salah satunya ditujukan untuk mengamankan pasok bahan baku minyak goreng di pasar domestik. Sejalan dengan kebijakan tersebut, pemerintah juga memutuskan untuk kembali melonggarkan kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk distribusi minyak goreng rakyat setelah periode Idulfitri 1444 H usai.
Kebijakan DMO akan dikurangi dari 450 ribu ton per bulan kembali menjadi 300 ribu ton per bulan, berlaku mulai 1 Mei 2023.
“Tentu kami bersama-sama dengan kementerian yang lain akan memonitor pergerakan pasokannya, baik dari Kementerian Pertanian maupun Badan Pangan Nasional [Bapanas], guna memastikan pasokan pangan dengan adanya dampak dari El Nino,” lanjut Kasan.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa mengatakan dampak fenomena El Nino terhadap sektor pangan akan diantisipasi baik dari sisi hulu maupun hilir oleh pemerintah.
“Dari sisi hilir, kami akan melakukan penguatan stok. Pemerintah harus memiliki cadangan pangan yang kuat. Ini kami perintahkan kepada Bulog. Ke depan, dalam mengantisipasi El Nino, kita harus bersiap-siap. Cadangan pangan ini harus kuat, dari awal hanya 100 ribu ton, menjadi 200 ribu atau 300 ribu ton,” tuturnya.
Dari sisi hilir, Ketut menyebut akan berkoordinasi dengan Perum Bulog (Persero) untuk memperkuat distribusi, khususnya untuk komoditas minyak goreng Minyakita serta beras.
Untuk diketahui, realisasi pengadaan beras Bulog dari serapan domestik baru mencapai 143.311 ton per 6 April, atau 5,97% dari total target serapan yang dimandatkan kepada perusahaan sebanyak 2,4 juta ton sepanjang 2023.
Direktur Utama Bulog Budi Waseso sebelumnya mengatakan serapan domestik setara beras tersebut terdiri atas pengadaan untuk cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 93.955 ton dan untuk beras komersial sejumlah 49.316 ton.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mewaspadai cuaca panas yang terjadi di dunia, termasuk Indonesia, karena bisa memengaruhi angka inflasi di Tanah Air.
Luhut tidak menampik fenomena El Nino tidak terelakkan sebagai pengganti dari La Nina yang terus berlangsung selama tiga tahun terakhir. Fenomena La Nina identik membawa cuaca lebih basah, sedangkan El Nino membawa suhu meninggi hingga cuaca lebih kering. Informasi ini Luhut dapatkan dari Sekjen Organisasi Meteorologi Dunia.
Menurut Luhut, suhu di beberapa daerah memang terasa lebih tinggi dari biasanya. Bahkan, suhu laut telah mencapai rekor tertinggi, setelah terjadi hal yang sama pada 2016. Suhu tinggi juga terjadi di benua Asia.
“Dari permodelan cuaca yang kami dapatkan El Nino diprediksi terjadi pada Agustus 2023 meski ketidakpastian tingkat keparahan El Nino masih sangat tinggi,” ucap Luhut dalam unggahannya, dikutip Kamis (27/4/2023).
Atas pengamatan dan pengalaman, Luhut meminta seluruh kementerian lembaga dan kepada daerah, mulai mengantisipasi potensi terjadi kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan akibat El Nino seperti yang terjadi pada 2015.
Pasalnya, tegas Luhut, akan ada korelasi pada angka produksi pertanian akibat fenomena ini, berdasarkan data Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF).
(wdh)