Hal tersebut mengakibatkan tidak tercapainya proyek pengembangan EBT dan bauran EBT sesuai target dan potensi defisit kelistrikan di beberapa daerah.
Dengan demikian, BPK telah merekomendasikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk segera melakukan perbaikan. Salah satunya, berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), Kementerian Keuangan, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mendorong penyusunan komite pengarah skema pendanaan ETM.
Kemudian, penyusunan struktur tata kelola JETP, mengidentifikasi secara detail skema, sumber, dan pembagian porsi pendanaan serta mendorong lembaga keuangan dalam negeri untuk mampu membiayai pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dengan suku bunga yang kompetitif.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan kebutuhan investasi untuk mengembangkan pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan (EBT) mencapai US$55,18 miliar (atau setara Rp901,2 triliun asumsi kurs saat ini) hingga 2030.
Dengan demikian, investasi menjadi salah satu tantangan untuk mencapai target bauran EBT yang sebelumnya dicanangkan 23% pada 2025.
“Kalau banyak pertanyaan kenapa 23% belum tercapai? jawabannya karena investasinya tidak ada,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi dalam agenda Green Economy Expo, Kamis (4/7/2024).
(dov/lav)