Dalam kaitan itu, Kasan mengatakan kebijakan DMO akan dikurangi dari 450 ribu ton per bulan kembali menjadi 300 ribu ton per bulan, berlaku mulai 1 Mei 2023.
“Kita ini ingin menjaga keberlangsungan DMO [minyak goreng] yang curah dan kemasan. Kan tahun lalu sempat terjadi penurunan. Harapannya, [pasar minyak goreng] kemasan ini menjadi lebih menarik. Jadi migor [curah] ini sedikit menjadi lebih berkurang,” jelasnya.
Sebelumnya, pelaku industri kelapa sawit sempat mengeklaim sejak pemerintah menerapkan DMO, produsen minyak kelapa sawit menanggung selisih biaya produksi dengan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng senilai Rp14.000/liter yang ditetapkan pemerintah.
Adapun, sebagian keuntungan yang diperoleh dari ekspor digunakan untuk menanggung selisih tersebut.
"Produsen menombok dengan margin [keuntungan] ekspor. Namun, saat ini permintaan ekspor sedang menurun dan harga minyak kelapa sawit ini turun. Kalau masih ada bea keluar dan pungutan ekspor, kami mau untung dari mana?" kata Plt. Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga, awal Februari.
(wdh)