Logo Bloomberg Technoz

Untuk mencegah stroke, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meningkatkan deteksi dini dislipidemia pada pasien diabetes melitus dan hipertensi, dengan target 90% atau sekitar 10,5 juta penduduk pada tahun 2024. Namun, hingga saat ini, capaian deteksi dini baru mencapai 11,3% dari target.

Aktivitas Fisik Penting untuk Pencegahan Stroke

Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO), dr. Elina Widiastuti, menekankan pentingnya aktivitas fisik dalam pencegahan stroke. Kurangnya aktivitas fisik adalah salah satu dari lima faktor risiko utama stroke, dan aktivitas fisik secara rutin dapat meningkatkan fungsi jantung, pembuluh darah, dan pernapasan serta menurunkan risiko kardiovaskular.

“Salah satu penyebab stroke adalah stres, dan ternyata latihan fisik atau berolahraga rutin dapat menurunkan kecemasan dan depresi,” ujar dr. Elina dalam keterangan Kementerian Kesehatan.

Selain itu, aktivitas fisik juga bermanfaat untuk meningkatkan fungsi kognitif, performa kerja, serta mengurangi risiko jatuh pada orang tua dan berfungsi sebagai terapi efektif untuk beberapa penyakit kronis, terutama pada lansia.

Dr. Elina menjelaskan bahwa aktivitas fisik harian untuk mencegah stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis:

  1. Aktivitas aerobik: Berjalan, berlari, bersepeda, atau berenang dengan intensitas sedang, disarankan dilakukan 3-5 kali per minggu, selama 150-300 menit per minggu.
  2. Penguatan otot: Aktivitas seperti gym, yoga, atau pilates, disarankan 2-3 kali seminggu.
  3. Pembatasan aktivitas sedentari: Aktivitas duduk terlalu lama perlu dikurangi, misalnya dengan lebih banyak berdiri atau berjalan di sela-sela pekerjaan.

“Kalau misalnya dalam sehari kita banyak duduk kita harus mulai menguranginya, dengan cara seperti yang dilakukan di luar negeri. Di kantor-kantor yang dulunya bekerja sambil duduk, sekarang bisa berdiri. Jadi, tidak hanya duduk aktivitas sehari-harinya dan memperbanyak langkah itu adalah salah satu yang dapat dilakukan,” jelas dr. Elina.

Gejala Stroke yang Memerlukan Penanganan Darurat

Dr. Dodik Tugasworo, perwakilan dari Perhimpunan Dokter Neurologi Indonesia (Perdosni), menyampaikan bahwa stroke kini tak hanya menyerang lansia, tetapi juga usia produktif. Berdasarkan data global DALY tahun 2019, stroke juga ditemukan pada usia di bawah 15 tahun.

“Stroke menempati urutan tinggi dalam penyakit neurologi dan tidak hanya menyerang lansia, tetapi juga usia 10 tahun sampai yang memang paling banyak di antara usia-usia 45-80 tahun,” jelas Dr. Dodik.

Dr. Dodik juga menjelaskan bahwa penderita stroke rentan terhadap penyakit lain, seperti hipertensi, jantung, dan diabetes, yang semuanya saling terkait dengan faktor risiko stroke.

Beliau juga mengingatkan masyarakat akan tanda dan gejala stroke melalui slogan SeGeRa Ke RS, yang terdiri dari:

  • Senyum tidak simetris
  • Gerak tubuh melemah secara tiba-tiba
  • Bicara pelo, kebas, atau kesemutan pada satu sisi tubuh
  • Rabun pada salah satu mata
  • Sakit kepala hebat atau berputar secara tiba-tiba

“Biasanya kita dengar slogan Kementerian Kesehatan, yaitu SeGeRa Ke RS, untuk memudahkan mengenali gejala stroke,” tutur Dr. Dodik.

(dec/del)

No more pages