"Jadi yang penting sekarang bukan UM, tetapi upah diatas upah minimum atau upah bipartit yang ditetapkan melalui perundingan bipartit masing-masing perusahaan melalui struktur skala upah, dan meliputi sebagian besar pekerja," tegasnya.
Terkait dengan pengaturan penetapan UMP 2025, Bob menyatakan bahwa hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran atau reaksi berlebihan.
"UM sudah ada PP 51. Jadi konsisten saja nggak perlu lah kita heboh. Kalau kurang menurut serikat pekerja, silakan [lewat negosiasi] bipartit [ke] masing-masing perusahaan," pungkasnya.
Pada Kamis (24/10/2024), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Partai Buruh dan berbagai serikat pekerja lainnya menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran.
Berkaitan dengan unjuk rasa tersebut, Presiden KSPI dan juga Partai Buruh Said Iqbal menjelaskan bahwa buruh menuntut adanya kenaikan upah minimum provinsi 2025 lantaran besaran upah minimum selama 5 tahun terakhir stagnan.
Terlebih, menurutnya, kenaikan upah buruh selama ini terbilang sangat rendah, bahkan tidak sebanding dengan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini. Walhasil, dia berharap upah minimum buruh tahun depan dapat naik dikisaran 8%—10%.
"Selama 5 tahun terakhir itu, 3 tahun pertama 0% kita naik upah, padahal barang naiknya adalah 3%. Ekonomi tumbuh di atas 3% dalam 3 tahun pertama di dalam 5 tahun itu. Selama 2 tahun hanya naik 1,58%, padahal inflasi 2,8%. Jadi upah itu enggak naik. Nombok 2,8 naik barang, naik upah 1,58," kata Said Iqbal ketika ditemui awak media di sela aksi demonstrasi.
Said juga mengkritik adanya perbedaan kebijakan kenaikan upah antara pegawai negeri dengan buruh.
"[Gaji] pegawai negeri saja udah naik. PNS, TNI, Polri 8%, kita setuju. Namun, kenapa buruh swasta nombok 1,3%? Maka terbukti 5 bulan terakhir, di akhir pemerintahan yang lama, deflasi," tegasnya.
Menurutnya, deflasi yang terjadi pada akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo kian memperburuk keadaan ekonomi kelas menengah bawah, termasuk kesejahteraan buruh.
Selain tuntutan upah, buruh juga menuntut pencabutan Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja yang saat ini sedang dalam proses keputusan oleh Mahkamah Konstitusi.
Said memperingatkan bahwa jika dua tuntutan ini tidak dipenuhi, aksi lanjutan yang akan digelar pada akhir Oktober dapat berujung pada aksi mogok nasional.
"Mogok nasional akan diikuti oleh 5 juta buruh di 15.000 pabrik dan perusahaan dan sedang kami galang di pelabuhan-pelabuhan dan bandara-bandara, termasuk transportasi publik untuk mengikuti mogok nasional ini."
"Jadi mogok nasional itu sah, bukan mogok kerja, tetapi mogok nasional, pesertanya seluruh buruh otomatis pabriknya stop produksi itu yang dimaksud mogok nasional," tegasnya.
(prc/wdh)