Hitung Denda
Ketiga, pemerintah mulai menyiapkan perhitungan denda atau kompensasi atas mundurnya proyek nilai hilirisasi oleh IUPK.
Keempat, selain menyiapkan skema pemberian denda, Kementerian ESDM juga bisa mengalihkan kewajiban batu bara yang direncanakan untuk proyek DME, untuk dialihkan menjadi batu bara domestic market obligation (DMO) bagi kelistrikan umum.
“Ini justru lebih masuk akal dibandingkan dengan memaksakan hilirisasi batu bara. Bisa saja perbedaan nilai harga ekspor batu bara yang semestinya dimanfaatkan untuk proyek hilirisasi, sebagai dasar menghitung pengalihan besarnya volume batubara untuk DMO atau kelistrikan umum,” ujarnya.
Penasihat Khusus Presiden urusan Energi, Purnomo Yusgiantoro, mengatakan netback dari DME, sebagai produk akhir dari hilirisasi batu bara, tidak bisa bersaing dengan LPG yang berasal dari impor dan mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Sekadar catatan, nilai netback adalah probabilitas harga tertinggi yang bersedia dibayar konsumen atau pembeli untuk mendapatkan sumber energi tertentu.
Hal tersebut yang pada akhirnya melandasi hengkangnya investor asal Amerika Serikat (AS), Air Products & Chemical Inc (APCI), pada proyek penghiliran batu bara menjadi DME di Indonesia, yang menyebabkan megaproyek substitusi impor LPG itu terkatung-katung hingga saat ini.
“Ada satu studi, kenapa kok [APCI] pull out di Sumatra Selatan? Dihitung netback. Dihitung kalah [bersaing dengan LPG impor]. Kecuali harga batu bara di itu US$15/ton. Kalau ini US$15 dia compatible dengan harga LPG,” ujar Purnomo dalam agenda Tinjauan Kebijakan Mendukung Transisi Energi dan Target Pertumbuhan Ekonomi Pemerintahan Baru, awal pekan ini.
Tak Kompetitif
Purnomo menggarisbawahi perbandingan antara LPG dengan DME—yang sebenarnya juga digadang-gadang sebagai pengganti LPG — tidak berada pada level yang sama atau apple to apple.
Terlebih, LPG yang berasal dari impor itu masih mendapatkan subsidi dari pemerintah dan menciptakan harga yang makin kompetitif.
Menurutnya, jawaban dari permasalahan ini adalah skema penyaluran subsidi dari LPG diubah menjadi bantuan langsung tunai (BLT) dan harga komoditas energi itu kembali mengikuti pasar.
“Lalu jawabannya apa? [LPG] yang subsidi ini dinaikkan [harganya], berani tidak?" ujarnya.
(dov/wdh)