“Kedua, ketidakjelasan dokumen yang dilampirkan pada proses pendaftaran 27 IUP, seperti dokumen IUP persetujuan pencadangan wilayah, eksplorasi, maupun operasi produksi tidak terdapat dalam database pemerintah daerah atau berbeda peruntukan dari yang tercantum pada surat keputusan [SK] Bupati,” tulis BPK dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I-2024, dikutip Jumat (25/10/2024).
Akibatnya, IUP yang diterbitkan berpotensi menimbulkan permasalahan sengketa perizinan, tumpang tindih kewilayahan, pengelolaan tambang yang tidak sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik dan merusak lingkungan, serta bermasalah dalam pemenuhan kewajiban finansial kepada negara.
Selain itu, validitas dokumen legalitas 27 IUP yang terdaftar di aplikasi MODI dicap kurang memadai.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia agar menginstruksikan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno untuk melengkapi dokumen pengajuan dan pendaftaran atas 61 IUP Mineral Logam yang kurang lengkap, melakukan rekonsiliasi data terhadap 27 IUP dengan pemerintah daerah dan instansi terkait, serta melakukan tindakan penertiban dan/atau sanksi administratif terhadap perizinan usaha pertambangan sesuai kewenangan yang dimiliki.
Mengutip laman resmi MODI Ditjen Minerba Kementerian ESDM, per Jumat (25/10/2024), kementerian telah menerbitkan 4.283 izin usaha pertambangan (IUP), 10 izin usaha pertambangan khusus (IUPK), 31 kontrak karya (KK), dan 59 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).
Sekadar catatan, pemberian IUP diatur salah satunya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Beleid tersebut mengatur IUP diberikan oleh menteri yang diajukan oleh menteri berdasarkan permohonan yang diajukan oleh badan usaha, koperasi atau perusahaan perseorangan.
IUP diperoleh melalui tahapan pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dan pemberian IUP.
(dov/wdh)