Menurut Wijayanto, permasalahan sulitnya manufaktur dalam negeri bukan hanya terjadi di Sritex, melainkan hal ini merupakan ujung dari gunung es masalah yang dihadapi industri manufaktur nasional.
Dia menyoroti kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor manufaktur, yang selama satu dekade terakhir seolah dianaktirikan, dengan fokus lebih besar diberikan pada sektor hilirisasi sumber daya alam (SDA).
Mengutip dari data Badan Pusat Statistika (BPS), proporsi nilai tambah sektor industri manufaktur terhadap PDB Indonesia, secara rata-rata, 10 tahun terakhir hanya berada diangka 21,09. Adapun, trennya juga terus mengalami penuran sejak 2014.
Proporsi nilai tambah industri manufaktur terbaik hanya terjadi pada 2014 di angka 21,65 dan selebihnya terus mengalami penurunan. Terbaru, untuk data 2023, menufaktur hanya mampu berkontribusi diangka 20,39 meski angka masih bersifat sangat sementara.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi menilai pemerintah harus melakukan intervensi untuk menyelamatkan Sritex.
Menurut Ristadi, bentuk intervensi yang bisa dilakukan oleh pemerintah dapat dilakukan melalui bank yang termasuk dalam badan usaha milik negara (BUMN) yang menjadi kreditur di Sritex untuk memilih opsi melaksanakan nota kesepakatan perdamaian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
"Pemerintah harus ikut intervensi, bank-bank yang menjadi kreditur di Sritex dan bank-bank pemerintah atau pajak ya bisa dilobi, diintervensi untuk memilih opsi melaksanakan nota kesepakatan perdamaian PKPU," ujar Ristadi kepada Bloomberg Technoz, Kamis (24/10/2024).
Ristadi menilai Sritex merupakan aset bangsa yang selama ini berperan dalam menopang kemandirian penyediaan sandang nasional. Terlebih, Sritex juga merupakan pabrik dengan kapasitas yang besar dan memiliki teknologi di sektor tekstil yang sudah mendunia.
Dengan demikian, Ristadi menilai akan sangat disayangkan dan mubazir bila pemerintah tidak mengambil langkah intervensi menyelamatkan Sritex.
Seperti diketahui, salah satu raksasa perusahaan tekstil dalam negeri, Sritex resmi dinyatakan pailit. Hal ini sebagaimana tertuang dalam hasil putusan Pengadilan Negeri Semarang atas perkara nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Pemohon menyebut termohon telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan Putusan Homologasi pada 25 Januari 2022.
Dalam perkara ini, pemohon adalah pihak PT Indo Bharat Rayon sedangkan termohon tidak hanya PT Sritex, tetapi ada juga anak perusahaannya yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Pemohon meminta Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No. 12/Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg pada 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi) dibatalkan.
Dengan demikian, pemohon meminta para termohon dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
(prc/wdh)