Logo Bloomberg Technoz

Risiko Mengintai di Balik Ekspansi Nikel INCO, NCKL, ANTM, MBMA

Dovana Hasiana
26 October 2024 16:30

Perdana Bagi Indonesia, NCKL Memproduksi Bahan Baterai Kendaraan Listrik: Nikel Sulfat (Dok Perusahaan)
Perdana Bagi Indonesia, NCKL Memproduksi Bahan Baterai Kendaraan Listrik: Nikel Sulfat (Dok Perusahaan)

Bloomberg Technoz, Jakarta Rencana kenaikan produksi dari empat perusahaan nikel besar di Indonesia—yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau  Harita Nickel, dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) — berisiko meningkatkan emisi karbon 38,5 juta ton CO2 pada 2028.

Hal ini sebagaimana termaktub dalam laporan terbaru Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) bertajuk Indonesia's Nickel Companies: The Need for Renewable Energy Amid Increasing Production.

Laporan ini mengungkapkan Antam, Merdeka Battery, Harita, dan Vale—yang mewakili 26% produksi nikel Indonesia — menghasilkan logam nikel sebanyak 350.000 ton pada tahun lalu, dengan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 15 juta ton. 

Pada tahun yang sama, keempat perusahaan ini berhasil meraup laba US$996 juta dan pendapatan US$6,8 miliar. Keempat perusahaan ini berencana menaikkan kapasitas total produksinya menjadi 1,05 juta ton logam nikel pada 2028.

Pengangkutan tanah oleh excavator ke truk di Sorowako milik PT Vale Indonesia. (Dok Dimas Ardian/Bloomberg)

 “Seiring perusahaan nikel Indonesia menikmati pertumbuhan laba dan skala bisnisnya, dengan rencana meningkatkan produksi lebih dari dua kali lipat dalam 3—5 tahun ke depan, sudah saatnya dilakukan percepatan transisi dari batu bara,” kata penulis laporan dan analis keuangan energi IEEFA Ghee Peh, dikutip Sabtu (26/10/2024).