KSPN dan Partai Buruh menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran, siang ini. Salah satu tuntuan mereka adalah kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025, lantaran besaran upah minimum selama 5 tahun terakhir stagnan.
Selain tuntutan upah, buruh juga menuntut pencabutan Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja yang saat ini sedang dalam proses keputusan oleh Mahkamah Konstitusi.
Adapun berkaitan dengan Omnibus Law Undang-Undang Cipta kerja, Said menturukan jika pemerintahan baru yang dipimpin Prabowo Subianto ingin menjunjung ekonomi Pancasila dan berpihak kepada rakyat, pencabutan Omnibus Law adalah langkah pertama yang harus diambil.
"Habis itu kita berunding lagi, diskusi lagi, kita setuju investasi masuk, kita setuju pertumbuhan ekonomi 8%, kita mendukung pemerintahan Prabowo-Subianto untuk berpihak pada rakyat. Tapi antara ucapan, harus laras dengan tindakan. Ucapan, hati, dan tindakan harus laras," tegasnya.
Meski demikian, ia tetap mengkritik susunan kabinet Merah-Putih Prabowo yang dinilainya banyak diisi oleh menteri-menteri yang merupakan hasil balas budi politik. Said secara khusus bahkan menyoroti tim ekonomi dalam kabinet, yang dianggap kurang berpihak pada buruh.
Walhasil, Said memperingatkan bahwa jika dua tuntutan ini tidak dipenuhi, aksi lanjutan yang akan digelar pada akhir Oktober dapat berujung pada aksi mogok nasional.
"Mogok nasional akan diikuti oleh 5 juta buruh di 15.000 pabrik dan perusahaan dan sedang kami galang di pelabuhan-pelabuhan dan bandara-bandara, termasuk transportasi publik untuk mengikuti mogok nasional ini."
"Jadi mogok nasional itu sah, bukan mogok kerja, tetapi mogok nasional, pesertanya seluruh buruh otomatis pabriknya stop produksi itu yang dimaksud mogok nasional," pungkasnya.
(ain)