Saham-saham yang menguat dan menjadi top gainers di antaranya PT Multi Garam Utama Tbk (FOLK) yang melesat 34%, PT Sona Topas Tourism Industry Tbk (SONA) melonjak 24,8%, dan PT Shield on Service Tbk (SOSS) melejit 24,4%.
Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS) yang jatuh 22%, PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) ambruk 21,9%, dan PT Artha Mahiya Investama Tbk (AIMS) anjlok 21,6%.
Tidak hanya IHSG, seluruh Bursa saham utama Asia juga terbenam di zona merah. Indeks Hang Seng (Hong Kong) jadi yang paling parah dengan ambles mencapai 1,30%.
Disusul oleh PSEI (Filipina) yang anjlok 1,14%, dan CSI 300 (China) dengan kejatuhan 1,12%.
Sementara, Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), Shenzhen Comp. (China), KOSPI (Korea Selatan), Shanghai Composite (China), SETI (Thailand), TW Weighted Index (Taiwan), KLCI (Malaysia), Topix (Jepang), dan SENSEX (India), dengan kejatuhan index masing-masing 1,06%, 0,91%, 0,72%, 0,68%, 0,66%, 0,61%, 0,57%, 0,05%, dan 0,02%.
Dengan demikian, IHSG adalah indeks dengan pelemahan terdalam kelima di Asia, ada di antara deretan Bursa Saham China, dan Vietnam.
Penyebab Kegelisahan di Bursa Saham Asia
Sentimen yang mewarnai laju Bursa Asia hari ini adalah datang dari gejolak pasar keuangan global. Dolar Amerika Serikat makin perkasa, sementara investor terus melepas surat utang AS, Treasury, hingga imbal hasilnya tadi malam menyentuh level tertinggi sejak Juli.
Imbal hasil Treasury di semua tenor saat ini sudah ada di atas 4%. Bahkan UST-10Y sempat menyentuh 4,26%. Saham-saham di Wall Street semalam juga ikut dilepas menambah tekanan investor yang makin menuntut premi lebih tinggi untuk mempertahankan kepemilikan surat utang.
“Banyak yang khawatir mengenai pasar obligasi saat ini,” kata Suhail Shaikh, Kepala Investasi di Fulcrum Asset Management, seperti yang diwartakan Bloomberg News.
Adapun kenaikan imbal hasil (Yield) obligasi Pemerintah AS membuat aset-aset berisiko seperti saham kehilangan pesona.
Pelaku pasar saat ini juga semakin pesimistis memandang prospek pemangkasan suku bunga The Fed ke depan. Kegelisahan kebijakan fiskal AS pasca Pilpres nanti berpotensi membebani defisit makin besar sehingga bisa memicu inflasi hingga ekspektasi terhadap tingkat bunga The Fed jadi ikut terseret.
“Di luar faktor ada kejutan besar, saya optimistis bahwa kami bisa melakukan siklus pelonggaran moneter. Namun saya rasa akan dibutuhkan pendekatan yang hati-hati dan bertahap,” tegas Jeffrey Schmid, Gubernur The Fed Kansas City dalam sebuah acara di Kansas City, seperti disebutkan Bloomberg News.
Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, Nasdaq ambles 1,60% memimpin pelemahan Wall Street pada perdagangan semalam. Pelemahan tersebut bersamaan dengan kenaikan U.S. 10-year Treasury Yield ke 4,25% di Rabu.
Kenaikan ini dipicu oleh keraguan pelaku pasar terhadap peluang pemangkasan suku bunga acuan The Fed sebanyak 2 kali (masing-masing 25 bps) di November dan Desember 2024.
“Keraguan terhadap The Fed masih menekan pasar,” mengutip riset Phintraco.
(fad/ain)