Sementara itu, Direktur Keuangan PT Bank Syariah Indonesia (BSI/BRIS), Ade Cahyo Nugroho memandang kebijakan tersebut akan sulit terjadi pada level perbankan apabila mulanya digodok oleh perbankan.
Namun, karena kebijakan tersebut muncul dari pemerintah maka Ade menilai masih terdapat kemungkinan perpanjangan tenor kredit FLPP menjadi 40 tahun dapat dilakukan.
Namun tetap dengan syarat dilakukan sinkronisasi berbagai kebijakan, seperti usia pensiun, skema pembayaran memanfaatkan manfaat BPS, sinkronisasi aturan di Otoritas Jasa Keuangan, hingga Bank Indonesia (BI).
“Pemikiran-pemikiran besar ini lahir dari negara itu bisa jadi kejadian tapi kalau ditanya perbankan hari ini, suruh pikirin misalkan bikin kredit 40 tahun, rasanya ga bisa kan,” ucap Ade dalam kesempatan yang sama.
Ade menekankan pihaknya juga menyambut kebijakan tersebut, utamanya jika kebijakan tersebut hadir dengan memikirkan berbagai aspek yang melingkupinya termasuk “Siapa yang bikin rumahnya, siapa yang mengambil, siapa yang harus kasih kebijakan, kasih subsidi, dan seterusnya,” tutup Ade.
Seperti diketahui, Menteri PUPR Era Presiden Joko Widodo (Jokowi) Basuki Hadimuljono menyebut pemerintah membuka peluang memperpanjang tenor kredit FLPP hingga mencapai 40 tahun. Hal tersebut dilakukan untuk meringankan beban cicilan bagi pembeli rumah.
"Karena kalau dahulu misal sekarang angsur Rp2 juta, 20 tahun lagi Rp2 juta kan kecil. Jadi relatif banget. Bisa saja kalau itu kebijakannya ditetapkan pemerintah bisa saja [tenor jadi 40 tahun]," tutur Basuki kepada awak media di kantornya, Kamis (10/10/2024).
Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan menaikkan batas pendapatan penerima rumah subsidi menjadi Rp12 juta per bulan.
"Ya saya kira langkah yang bagus, sudah lama sebetulnya usulan itu. Sekarang kan [batas upah minimum untuk bisa membeli rumah bersubsidi] cuma Rp8 juta, dahulu Rp4 juta—Rp5 juta, naik ke Rp8 juta. Sekarang ke Rp12 juta, karena [masyarakat] yang [berpenghasilan] di atas Rp8 juta juga perlu FLPP," ucap Basuki.
(azr/lav)