Berawal dari Pasar Tradisional
Dilansir melalui situs resmi, Sritex berdiri pada 1966 sebagai perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo yang didirikan oleh H.M. Lukminto.
Sritex memiliki kapasitas produksi a.l. penenunan (weaving) 179,99 juta meter kain greige, pemintalan (spinning) 1,1 bal benang, menyelesaikan 240 juta yard kain (fabric) yang diwarnai dan dicetak, serta pakaian (garment) 30 juta buah pakaian mode dan seragam.
Adapun, kantor dan pusat produksi Sritex berlokasi di Solo, Jawa Tengah dan melakukan ekspor lebih ke 100 negara di dunia.
Sejarah Sritex:
- 1966: Sritex didirikan oleh H.M Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo.
- 1968: Membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Solo.
- 1978: Terdaftar dalam Kementerian Perdagangan sebagai perseroan terbatas.
- 1982: Mendirikan pabrik tenun pertama.
- 1992: Memperluas pabrik dengan 4 lini produksi (pemintalan, penenunan, sentuhan akhir dan busana) dalam satu atap.
- 1994: Menjadi produsen seragam militer untuk North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan tentara Jerman.
- 2001: Sritex selamat dari krisis moneter pada 1998 dan berhasil melipatgandakan pertumbuhan sampai 8 kali lipat dibandingkan waktu pertama kali terintegrasi pada 1992.
- 2012: Sritex berhasil mengadakan pertumbuhan dan kinerja dibandingkan dengan 2008.
- 2013: PT Sri Rejeki isman Tbk secara resmi terdaftar sahamnya (dengan kode ticker dan SRIL) pada Bursa Efek Indonesia.
- 2017: Peningkatan Modal melalui Non Pre-emptive Rights (“PMTHMETD”) maksimum sebesar 10% dari total modal yang dikeluarkan dan berhasil menerbitkan obligasi global senilai US$150 juta yang akan jatuh tempo pada 2024.
Kinerja Keuangan
Sebagai catatan, pada periode akhir Maret 2024, atau sepanjang kuartal-I 2024, Sritex diketahui membukukan kinerja keuangan negatifnya melanjutkan tren sepanjang 2023.
Rugi bersih Sritex tercatat sebesar US$14,79 juta (setara Rp242,4 miliar dengan kurs saat itu Rp16.389/US$), bengkak 32,90% secara year on year (yoy) dari sebelumnya US$9,25 juta (setara Rp167,6 miliar).
Menyitir laporan keuangannya, Jumat (28/6/2024), penjualan neto Sritex juga menurun hampir 10% menjadi US$78,37 juta (Rp1,28 triliun) dari sebelumnya, US$86,91 juta (Rp1,42 triliun).
Sementara itu, penjualan lokal tercatat sebesar US$41,65 juta yang berasal dari penjualan kain jadi sebesar US$17,68 juta, benang US$17,44 juta, kain mentah US$3,33 juta, dan pakaian jadi US$3,19 juta.
Meski penjualan turun, beban pokok penjualan Sritex masih membengkak 5,655 menjadi US$87,21 juta dari sebelumnya, US$82,54 juta.
Adapun, dalam laporan yang sama, Sritex secara grup mencatatkan jumlah karyawan tetap sebanyak 11.249 karyawan per akhir Maret 2024. Angka ini turun 20% dari periode sebelumya 14.138 karyawan.
Kemudian, Sritex melaporkan defisit dan defisiensi modal hingga 31 Maret 2024 dan 31 Desember 2023 masing-masing sebesar US$1,17 miliar dan US$ 1,16 miliar.
Akibat kondisi kerugian yang terus dialami tersebut, manajemen Sritex juga menilai kondisi ini mengindikasikan adanya suatu ketidakpastian material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan Grup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.
(dov/wdh)