Kehilangan Akses
Jika petani tidak mematuhi aturan ini, tegas Fadhil, mereka akan kehilangan akses pasar Eropa, yang selama ini menjadi salah satu tujuan ekspor utama minyak sawit Indonesia.
Selain dari segi pengetahuan, kesiapan teknis para petani untuk mematuhi EUDR juga masih rendah. Berdasarkan survei Indef, hanya 31% petani yang memahami geolokasi kebun mereka, dan 33% memiliki Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB); salah satu dokumen penting untuk memenuhi persyaratan EUDR.
"Jadi memang masih kecil sekali petani-petani yang mengetahui masalah tersebut," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Kerja Pemasaran Internasional Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Fauzan Ridha juga memperkirakan adanya dampak signifikan pada ekspor kelapa sawit Indonesia jika aturan UE ini berlaku.
Saat ini, kata Fauzan, sekitar 10% dari ekspor sawit Indonesia ditujukan ke pasar Eropa. Dengan rencana diberlakukannya EUDR, terdapat risiko Indonesia kehilangan pangsa pasar tersebut dan kerugian ekonomi hingga, US$17 miliar (sekitar Rp265,11 triliun asumsi kurs saat ini) per tahun.
Kebijakan EUDR juga diperkirakan akan berdampak pada 41,3% petani skala kecil yang mengelola perkebunan sawit RI. Mereka akan paling merasakan dampaknya karena ketergantungan pada pasar ekspor yang terancam tersendat akibat aturan baru ini.
Tenaga Kerja
Selain ancaman terhadap petani, Fauzan menyoroti dampak negatif EUDR terhadap sektor tenaga kerja di industri kelapa sawit. Dengan adanya hambatan akses pasar ekspor, penyerapan produksi kelapa sawit akan menurun, yang bisa mengganggu mata pencaharian lebih dari 17 juta pekerja tidak langsung di sektor sawit.
"Tenaga kerja tidak langsung dan buruh-buruh harian di industri, kemudian di lahan-lahan petani, ini akan terdampak pada saat nanti penyerapan produk sawitnya akan terganggu akses pasarnya," jelasnya.
Kementerian Pertanian memperkirakan bahwa total produksi CPO Indonesia pada 2023 mencapai 51,98 juta ton, tetapi tren produksi CPO sejak 2020 cenderung stagnan karena berbagai faktor.
Walhasil, dengan adanya penerapan EUDR, hal ini dipandang sebagai tantangan baru yang bisa makin menekan industri sawit nasional, terutama di sentra produksi utama seperti Riau, Kalimantan, dan Sumatra.
(prc/wdh)