Logo Bloomberg Technoz

"Kemudian, melalui juga ekstensifikasi perluasan lahan-lahan dengan untuk proyek-proyek strategis bioenergi, pangan, dan juga proyek bernilai tambah lain," jelasnya. 

Terlalu Jago Kandang

Senada, Achmad Nur Hidayat, ekonom dan pakar kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Negeri Veteran Jakarta (UPNVJ), menilai Indonesia akan berisisko kalah saing dengan Malaysia bilamana hanya terlalu fokus pada pemenuhan kebutuhan CPO dalam negeri.

Achmad menjelaskan Malaysia, yang tidak menghadapi tekanan permintaan domestik sebesar Indonesia, dapat mengambil pangsa pasar ekspor yang ditinggalkan Indonesia; terutama di kawasan Eropa dan Asia. Meskipun permintaan CPO global melesu.

"Namun, [akibat] melesunya permintaan minyak sawit, Malaysia mungkin tidak terlalu mendapatkan gain dari kebijakan tersebut," tegasnya.

Cadangan minyak sawit dunia./dok. Bloomberg

Sekadar catatan, kebijakan sawit di Indonesia sendiri memang telah cukup banyak diterapkan mulai dari kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO)  untuk menjamin stok bahan baku minyak goreng di dalam negeri dan menjaga harga minyak goreng tetap terjangkau, hilirsasi kelapa sawit, hingga ke program mandatori biodisel B50.

Adapun, target untuk menaikkan mandatori B40 menjadi B50 bermula dari janji kampanye Prabowo yang menginginkan Indonesia bisa swasembada energi melalui pengembangan produk biodiesel dan bioavtur berbasis sawit, serta bioetanol berbasis tebu dan singkong, berikut sumber energi hijau lainnya.

Prabowo pun menargetkan pada 2029 Indonesia dapat melakukan program B50 dan bioetanol E10.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bahkan menegaskan pemerintah bakal memangkas volume ekspor CPO sebanyak 5,3 juta ton/tahun untuk program biodiesel B50, demi menunjang ambisi swasembada energi.

"Ekspor kita kan 26 juta ton/tahun. Kita untuk mencapai B35, lompat ke B50, butuh 5,3 juta ton/tahun. Kita proses tahun depan, mudah-mudahan paling lambat 2026 selesai" kata Amran kepada awak media di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (22/10/2024). 

Dengan asumsi prioritas pemenuhan CPO di dalam negeri yang tercukupi, lanjut Amran, maka program B50—atau bauran Solar dengan 50% bahan bakar nabati — sebagaimana dicanangkan oleh pemerintahan Prabowo dapat tercapai.

"CPO kita produksinya 46 juta ton/tahun. Sekarang dalam negeri kita pakai 20 juta ton/tahun. Kita ekspor 26 juta ton/tahun. Kalau kita mengambil 5,3 juta ton/tahun [untuk B50], berarti enggak ada masalah kan? Karena kita ekspor 26 juta ton/tahun," tegas Amran.

"Kita kurangi [volume ekspor CPO] sesuai kebutuhan dalam negeri. Kita prioritaskan dalam negeri," tuturnya. 

 Sebagai catatan, Gapki dalam laporan terbarunya, melaporkan total produksi CPO pada Agustus 2024 sebesar 3,98 juta ton atau naik dari bulan sebelumnya sebanyak 3,61 juta ton. Sementara itu, total ekspor mengalami kenaikan dari 2,24 juta ton pada Juli menjadi 2,38 juta ton pada Agustus atau naik sebesar 6,35%.

"Total konsumsi dalam negeri naik 30.000 ton dari 2,03 juta ton pada Juli menjadi 2,06 juta ton pada Agustus 2024. Untuk keperluan konsumsi pangan naik 88.000 ton dan untuk oleokimia turun 2.000 ton, sedangkan untuk biodiesel turun 56.000 ton dari 1,03 juta ton menjadi 979.000 ton,"  papar Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono.

(prc/wdh)

No more pages