Ketiga, Yayan menekankan bahwa penerima manfaat subsidi BBM subsidi ini sebenarnya bukan masyarakat miskin, karena tidak memiliki motor dan mobil. Sejatinya, masyarakat miskin ini tidak memperoleh manfaat langsung atau direct benefit, tetapi secara tidak langsung.
Jika terjadi penghapusan subsidi BBM, Yayan mengatakan, maka golongan menengah lah yang akan terkena imbas lebih signifikan dibandingkan dengan golongan miskin.
“Penghapusan subsidi BBM ini cenderung harus secara hati-hati dan momen yang tepat. Misalkan penghapusan subsidi BBM ketika adanya perbaikan daya beli selama tiga triwulan berturut-turut, penurunan kemiskinan selama dua semester sebelumnya, dan inflasi yang stabil selama 3—6 bulan sebelumnya,” ujarnya.
Di sisi lain, Penasihat Khusus Presiden Urusan Energi Purnomo Yusgiantoro mengatakan setidaknya terdapat 2 skema pilihan penyaluran subsidi energi yang bakal ditawarkan pada pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
“Ada 2 pilihan, selalu saya katakan kalau itu pilihan ujung-ujungnya keputusan politik, political decision antara legislatif dan eksekutif,” ujar Purnomo saat ditemui usai agenda Tinjauan Kebijakan Mendukung Transisi Energi dan Target Pertumbuhan Ekonomi Pemerintahan Baru, di Jakarta Pusat, Selasa (22/10/2024).
Lepas ke Harga Pasar
Pertama, subsidi langsung atau BLT. Purnomo mengatakan, bila pemerintah pada akhirnya memutuskan untuk memberikan subsidi energi berbasis BLT, maka harga harus naik bertahap sampai mencapai keekonomian atau harga pasar.
Kemudian, tambahan pendapatan—yang didapatkan karena mengembalikan komoditas energi ke harga pasar — bakal kembali diberikan kepada masyarakat dengan cara BLT atau cash transfer.
Purnomo menggarisbawahi hal ini sudah diterapkan pada 2000-an, saat dirinya menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Saat itu, pemerintah memutuskan untuk mengembalikan harga sebagian komoditas energi seperti minyak diesel, minyak bakar, avtur dan avgas mengikuti harga pasar.
Sebagai gantinya, pemerintah mengembalikan uang yang seharusnya dipakai untuk subsidi 4 komoditas itu menjadi BLT kepada masyarakat.
Walhasil, saat itu komoditas energi yang mendapatkan subsidi harga berkurang dari 7 menjadi 3, yakni; minyak tanah, bensin premium dan minyak solar.
“Waktu itu kita naikan, ribut, kantor ESDM itu didemo. Aftur, avgas, fuel, dan diesel kita naikan ke harga pasar, tetapi uangnya kita kembalikan ke rakyat dalam bentuk cash transfer dan BLT, berhasil waktu itu. Sekarang kita tiga, sekarang sudah jadi Pertalite, B35, dan liquefied petroleum gas [LPG] 3 Kg,” ujarnya.
Dalam paparannya, Purnomo menjelaskan perubahan kebijakan subsidi harga menjadi subsidi langsung dilakukan bertahap dengan memperhatikan kemampuan fiskal, daya beli masyarakat kurang mampu dan kondisi sosial politik.
Porsi subsidi harga cukup besar di anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), sehingga bakal lebih produktif jika anggaran digunakan untuk pendidikan, kesehatan, pangan, infrastruktur, BLT, dan kepentingan masyarakat lainnya.
Kedua, subsidi harga. Adapun, skema ini bakal melanjutkan kebijakan saat ini, tetapi dilakukan tepat sasaran dengan sistem kuota.
(dov/wdh)