Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) telah menjatuhkan vonis pada perkara kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam perkara pembunuhan Dini Sera.

Dalam putusan perkara nomor 1466/K/Pid/2024 tersebut, majelis hakim MA menerima gugatan jaksa untuk membatalkan putusan bebas pada terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Anak dari eks anggota DPR Edward Tannur tersebut kini dijatuhi hukuman lima tahun penjara.

"Kabul Kasasi Penuntut Umum Batal Judex Facti," demikian isi amar putusan, dikutip dari laman Kepaniteraan MA, Rabu (23/10/2024).

"Terbukti dakwaan alternatif kedua melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP-Pidana penjara selama 5 (lima) tahun-barang bukti = Conform Putusan PN - P3 : DO." 

Putusan kasasi tersebut diketok majelis hakim yang dipimpin Hakim Agung Soesilo dengan dua anggota, Anilai Mardiah dan Sutarjo.

Kasus ini mendapat sorotan usai beredar sejumlah video di media sosial berisi penganiayaan terhadap Dini Sera oleh Ronald Tannur. Perhatian masyarakat semakin meningkat usai tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya justru memberikan vonis bebas kepada Ronald.

Majelis hakim yang dipimpin Erintuan Damanik dengan hakim anggota Mangapul dan Heru Hanindyo mengklaim, kematian Dini Sera bukan karena penganiayaan yang nampak pada sejumlah bukti video dan kesaksian. 

Hakim berdalih berpegang pada hasil visum yang menyebut penyebab kematian adalah komplikasi pada lambung usai Dini mengkonsumsi minuman keras di klub hiburan malam. Namun, mereka justru mengabaikan data visum tentang kerusakan organ dan tulang akibat benturan yang dilakukan Ronald.

Jaksa sendiri sebenarnya mengajukan tuntutan hukuman 12 tahun penjara serta restitusi Rp 263,6 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. Akan tetapi, MA justru hanya menerima dakwaan kedua yaitu penganiayaan yang menyebabkan kematian pada Pasal 351 ayat (3) KUHP.

Di sisi lain, tiga hakim pemberi vonis bebas Ronald Tannur sendiri kini mendekam ditahanan usai ditangkap kejaksaan dalam perkara dugaan penerimaan suap. Para hakim tersebut sebelumnya juga telah menerima sanksi etik berupa pemecatan dari Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.

(red/frg)

No more pages