Selain itu, kata dia, pemerintah juga perlu mengklarifikasi hasil pemeriksaan Pemerintah Taiwan. Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi internasional di bawah World Health Organization (WHO)/Food and Agriculture Organization (FAO), belum mengatur mengenai EtO dan senyawa turunannya.
Hal ini yang dinilai mengakibatkan terjadinya standar yang sangat beragam di berbagai negara. Meski begitu, kejadian di satu negara harapannya bisa menjadi masukan dan segera ditindaklanjuti agar rasa aman dalam mengonsumsi obat dan makanan di Indonesia bisa terjamin.
"Meskipun standar keamanan pangan di masing-masing negara berbeda-beda, perlu dilakukan klarifikasi tentang hasil pengujian di Taiwan untuk menjadi masukan bagi BPOM," kata dia.
Sebelumnya, sejumlah media luar negeri mengabarkan hasil pemeriksaan Departemen Kesehatan Taiwan pada beberapa sampel mi instan yang masuk ke negaranya, Senin (24/4/2023). Hasilnya, pemerintah Taipe menemukan dua jenis dan merk mi instan yang mengandung zat berbahaya.
Berdasarkan informasi tersebut, mereka menemukan kandungan etilen oksida pada bumbu produk mi instan asal Indonesia yaitu Indomie varian Ayam Spesial. Hal yang sama juga ditemukan pada mi dan bumbu asal Malaysia yaitu Ah Lai varian Kari Putih. Senyawa kimia berbahaya pada dua produk tersebut diduga bisa memicu kanker kelenjar getah bening alias limfoma dan kanker darah alias leukemia.
Pemerintah Taiwan pun telah meminta seluruh toko menarik dua produk mi instan tersebut dari pasaran. Selain itu, pemerintah juga menetapkan denda kepada importir produk sebesar NT$60 ribu hingga NT$ 200 juta (new taiwan dollar) atau sekitar Rp29,2 juta hingga Rp 97,3 miliar.
(frg)