Logo Bloomberg Technoz

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai pengembangan program biodiesel B50 pada akhirnya akan menggerus volume ekspor CPO dan berimplikasi langsung pada berkurangnya ketersediaan anggaran untuk subsidi biodiesel.

Ketua Umum Gapki Eddy Martono memberikan gambaran volume penyediaan ekspor CPO dengan adanya program B35 saat ini saja sudah berada pada level 30,61 juta ton.

Seiring dengan pengembangan B40 dan B50, kata Eddy, penyediaan volume ekspor CPO Indonesia bisa makin tergerus masing-masing menjadi 28,27 juta ton dan 24,77 juta ton.

“Ini apabila produksi stagnan seperti sekarang maka akan terjadi penurunan ekspor,” ujar Eddy kepada Bloomberg Technoz, dikutip Rabu (23/10/2024).

Penurunan ekspor CPO tersebut akan berbanding lurus dengan penurunan dana pungutan ekspor (PE) yang digunakan untuk membiayai program mandatori biodiesel di dalam negeri.

Sekadar catatan, ekspor CPO memang berhubungan erat dengan pengembangan biodiesel. Pasalnya, setoran pungutan ekspor dikelola oleh BPDPKS untuk sebagian disalurkan guna mendanai produksi biodiesel.

“BPDPKS diamanatkan menanggung atau membayar selisih harga antara harga biodiesel dengan harga solar. Sekarang harga sawit untuk biodiesel relatif lebih tinggi daripada solar sehingga ada gap, ini yang kita tutup,” ujar Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman.

Untuk diketahui, Indonesia memungut bea keluar (BK) dan pungutan tambahan atas ekspor kelapa sawit. Referensi atas pungutan—rata-rata tertimbang berdasarkan harga minyak kelapa sawit — ditetapkan setiap bulan oleh Kementerian Perdagangan untuk menghitung bea keluar.

Pemangkasan pungutan dipatok menjadi US$63/ton dari US$90 per ton untuk September. Pungutan untuk produk kelapa sawit olahan akan berkisar antara 3% dan 6%. Peraturan baru ini berlaku mulai 22 September.

Perkebunan sawit di Kalimantan Tengah./Bloomberg-Muhammad Fadli

Pada perkembangan terbaru, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sudah menegaskan pemerintah bakal memangkas volume ekspor CPO sebanyak 5,3 juta ton/tahun untuk program biodiesel B50, demi menunjang ambisi swasembada energi Presiden Prabowo Subianto.

"Ekspor kita kan 26 juta ton/tahun. Kita untuk mencapai B35, lompat ke B50, butuh 5,3 juta ton/tahun. Kita proses tahun depan, mudah-mudahan paling lambat 2026 selesai" kata Amran kepada awak media di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (22/10/2024).

Dengan asumsi prioritas pemenuhan CPO di dalam negeri yang tercukupi, lanjut Amran, maka program B50—atau bauran Solar dengan 50% bahan bakar nabati — sebagaimana dicanangkan oleh pemerintahan Prabowo dapat tercapai.

"CPO kita produksinya 46 juta ton/tahun. Sekarang dalam negeri kita pakai 20 juta ton/tahun. Kita ekspor 26 juta ton/tahun. Kalau kita mengambil 5,3 juta ton/tahun [untuk B50], berarti enggak ada masalah kan? Karena kita ekspor 26 juta ton/tahun," tegas Amran.

"Kita kurangi [volume ekspor CPO] sesuai kebutuhan dalam negeri. Kita prioritaskan dalam negeri," tuturnya. 

(dov/wdh)

No more pages