Logo Bloomberg Technoz

"Produksi CPO kita itu mengalami penurunan atau stagnasi, jadi kalau misalnya konsumsi di dalam negeri untuk B50 itu ditambah, maka mau tidak mau kita harus mengurangi ekspor. Kalau kita mengurangi ekspor, maka kemudian export revenue kita, export earnings kita itu kan turun," jelasnya.

Selain itu, dia menyoroti bahwa beberapa perusahaan Indonesia memiliki kilang atau kapasitas CPO terpasang di Eropa, sehingga menghentikan ekspor ke Eropa bukanlah solusi optimal.

Berkaca pada hal tersebut, Fadhil lantas menekankan aspek teknis dari kebijakan B50 yang harus dikaji lebih lanjut, terutama terkait kemampuan industri otomotif dalam mengakomodasi peningkatan kadar biodiesel. 

Cukup B40

Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah tetap mempertahankan kebijakan B40 atau bahkan B35 untuk 3—4 tahun ke depan, sembari meningkatkan produksi CPO melalui percepatan program peremajaan kebun kelapa sawit dan peningkatan produktivitas.

"Jadi nanti itu kalau misalnya dilaksanakan ekspor [CPO] tidak berkurang, tetapi kemudian domestic consumption meningkat," tegasnya.

Sebagai catatan, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dalam laporan terbarunya, melaporkan total produksi CPO pada Agustus 2024 sebesar 3,98 juta ton atau naik dari bulan sebelumnya sebanyak 3,61 juta ton.

Sementara itu, total ekspor mengalami kenaikan dari 2,24 juta ton pada Juli menjadi 2,38 juta ton pada Agustus atau naik sebesar 6,35%.

"Total konsumsi dalam negeri naik 30.000 ton dari 2,03 juta ton pada Juli menjadi 2,06 juta ton pada Agustus 2024. Untuk keperluan konsumsi pangan naik 88.000 ton dan untuk oleokimia turun 2.000 ton, sedangkan untuk biodiesel turun 56.000 ton dari 1,03 juta ton menjadi 979.000 ton,"  papar Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono.

Neraca sawit Indonesia sampai dengan Agustus 2024./dok. Gapki

Di sisi lain, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sudah menegaskan pemerintah bakal memangkas volume ekspor CPO sebanyak 5,3 juta ton/tahun untuk program biodiesel B50, demi menunjang ambisi swasembada energi Presiden Prabowo Subinato.

"Ekspor kita kan 26 juta ton/tahun. Kita untuk mencapai B35, lompat ke B50, butuh 5,3 juta ton/tahun. Kita proses tahun depan, mudah-mudahan paling lambat 2026 selesai" kata Amran kepada awak media di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (22/10/2024).

Dengan asumsi prioritas pemenuhan CPO di dalam negeri yang tercukupi, lanjut Amran, maka program B50—atau bauran Solar dengan 50% bahan bakar nabati — sebagaimana dicanangkan oleh pemerintahan Prabowo dapat tercapai.

"CPO kita produksinya 46 juta ton/tahun. Sekarang dalam negeri kita pakai 20 juta ton/tahun. Kita ekspor 26 juta ton/tahun. Kalau kita mengambil 5,3 juta ton/tahun [untuk B50], berarti enggak ada masalah kan? Karena kita ekspor 26 juta ton/tahun," tegas Amran.

"Kita kurangi [volume ekspor CPO] sesuai kebutuhan dalam negeri. Kita prioritaskan dalam negeri," tuturnya.

(prc/wdh)

No more pages