Logo Bloomberg Technoz

Penurunan nilai SB karena responden yang menjawab 'upah tetap' tetap semakin banyak, mencapai 88,89% dibanding sebelumnya 83,76%. Sementara yang menjawab 'upah naik' menurun jadi 9,4% saja dibanding sebelumnya mencapai 14,53%.

Aktivitas pekerja di pabrik Frisian Flag Indonesia (FFI) di Cikarang, Jawa Barat, Selasa (2/7/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Sementara pertumbuhan upah tercepat dicatat oleh sektor usaha Jasa Perusahaan dengan SB meningkat 108% year-on-year. Pekerja sektor ini yang mengalami kenaikan upah pada semester II-2024 mencapai 22,78% responden serta tidak ada yang mengalami penurunan upah.

Penurunan upah terbanyak disebutkan oleh pekerja di sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, mencapai 2,21% dibanding tadinya hanya 0,51%.

Sedangkan sektor dengan penyerapan tenaga kerja terbesar yaitu Industri Pengolahan, mencatat perlambatan kenaikan upah dengan SB turun 14,12% year-on-year pada semester II-2024.

Bank Indonesia juga melaporkan, bila mengacu pada level pegawai, rata-rata upah pekerja setingkat mandor atau supervisor di Indonesia pada semester II-2024 adalah sebesar Rp5,69 juta per bulan. Sedangkan untuk level di bawahnya, rata-rata sebesar Rp3,61 juta per bulan.

Pekerja di industri Pengadaan Listrik mencatat tingkat upah terbesar yaitu Rp9,63 juta per bulan untuk jabatan mandor. Sementara untuk jabatan di bawahnya rata-rata sebesar Rp6,09 juta per bulan.

Perkembangan upah pekerja di semua sektor usaha di Indonesia per Semester II-2024 (Dok. Bank Indonesia)

Ancaman kinerja konsumsi

Laporan BI juga mencatat, terjadi kelesuan kegiatan usaha di Indonesia pada kuartal III-2024 dibanding kuartal sebelumnya. Namun, masih stabil dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. 

Hal itu terindikasi dari angka Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha yang tercatat di angka 13,42%, lebih rendah dibanding kuartal II sebesar 14,4%. Namun, stabil dibanding kuartal III-2023 yang sebesar 13,17%.

Para pelaku usaha menyatakan kondisi keuangan perusahaan cenderung menurun di mana semakin banyak responden menyatakan kondisi likuiditas mereka 'lebih buruk' saat ini. 

Pun halnya dengan kemampuan perusahaan mencetak laba yang melambat, dengan indikator di angka 18,46%, turun dibanding kuartal sebelumnya 20,38%.

Meski demikian perkembangan margin usaha pada semester II-2024 ini diperkirakan meningkat 17,92%, lebih tinggi secara kuartalan maupun tahunan. Terutama di sektor industri Jasa Lainnya. Sementara sektor industri Pengolahan cenderung semakin tertekan marginnya.

Kelesuan dunia usaha diperkirakan akan berlanjut pada kuartal terakhir tahun ini. Hal itu pada akhirnya mengerem langkah dunia usaha dalam melakukan rekrutmen tenaga kerja baru di sisa tahun ini.

Situasi terakhir itu mungkin bisa dijadikan alasan oleh para pengusaha untuk menahan kenaikan upah pekerja. Namun, bila langkah itu diambil, sejatinya mudaratnya juga tidak bisa diremehkan, terutama pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Pasalnya, ketika daya beli dibiarkan lesu, terlebih bila tidak ada pertumbuhan upah yang bisa menjadi 'stimulus', kinerja konsumsi rumah tangga yang saat ini menjadi motor utama perekonomian Indonesia, bisa semakin terperosok. 

Pada kuartal II-2024, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,93%, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Apalagi dibanding era sebelum pandemi di mana konsumsi rumah tangga rata-rata tumbuh di atas 5%.

Kenaikan 10%

Ketua Serikat Pekerja Nasional Iwan Kusmawan menegaskan kenaikan UMP 2025, khususnya di DKI Jakarta, seharusnya minimal mencapai 10% dari tahun ini.

Menurutnya, kenaikan dengan besaran tersebut diperlukan untuk mengatasi penurunan daya beli buruh yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.

"Jadi kalau ditanya kira-kira berapa kisaran kenaikan, ya kalau versi kita dari Serikat Pekerja Nasional sekurang-kurangnya jangan kurang dari 10%. Itu dasarnya apa? Dasarnya tentu kan sekarang kita ketahui bersama bahwa terkait dengan daya beli buruh ini kan menurun," kata Iwan kepada Bloomberg Technoz, baru-baru ini.

Wajah dunia usaha yang cenderung lesu melengkapi berbagai indikator ekonomi yang mengonfirmasi kondisi kurang baik-baik saja di perekonomian domestik.

Deflasi lima bulan beruntun kala pertumbuhan uang beredar terus menurun dalam tiga bulan terakhir, mengisyaratkan ada persoalan permintaan atau daya beli di tengah masyarakat saat ini. Pasalnya, deflasi tidak lagi semata karena penurunan harga barang akibat melimpah suplai. Ada kecurigaan masyarakat tidak berbelanja karena tidak memiliki uang atau berhemat, sehingga para produsen menurunkan harga jual agar penjualan tetap tumbuh positif.

Tanpa kebijakan yang tepat, perekonomian terancam menghadapi pelemahan lebih dalam. Hasil konsensus para ekonom yang terakhir kali dilansir oleh Bloomberg pada bulan lalu, menghasilkan prediksi pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal III-2024 sebesar 5%, lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya sebesar 5,05%.

-- dengan bantuan laporan Pramesti Regita Cindy.

(rui/roy)

No more pages