"Jadi kalau ditanya kira-kira berapa kisaran kenaikan, ya kalau versi kita dari Serikat Pekerja Nasional sekurang-kurangnya jangan kurang dari 10%. Itu dasarnya apa? Dasarnya tentu kan sekarang kita ketahui bersama bahwa terkait dengan daya beli buruh ini kan menurun," kata Iwan kepada Bloomberg Technoz, baru-baru ini.
Upah Stagnan
Dia juga menyoroti bahwa pascapenerapan UU Cipta Kerja, kenaikan UMP cenderung stagnan, atau tidak melebihi 3% dari upah yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan karena perhitungan kenaikan UMP saat ini bergantung pada data inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang disediakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Meskipun terdapat Dewan Pengupahan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, Iwan mengkritik peran lembaga tersebut yang dianggap hanya sebagai formalitas.
"Secara prinsip Dewan Pengupahan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota itu hanya sekadar label."
"Artinya mereka tetap masih ada secara kelembagaan, tetapi tidak berfungsi dengan baik. Tidak berfungsi seperti yang diharapkan, seperti yang seharusnya berfungsi," tegasnya.
Adapun, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso sebelumnya mengonfirmasi konfigurasi besaran UMP 2025, yang akan diumumkan bulan depan, sudah mulai disusun.
“Kita diskusi dengan Pak Sekjen dan beberapa Dirjen [Kemenaker] mengenai kebijakan ketenagakerjaan kita seperti apa; termasuk siklusnya setiap Oktober—November itu kan menetapkan upah minimum," tutur Susi ketika ditemui di kantornya, awal bulan ini.
Susi menjelaskan, besaran UMP 2025 diramu berlandaskan Peraturan Pemerintah No. 36/2021, yang diubah dengan PP No. 51/2023 tentang Pengupahan, yakni besaran tertentu dikalikan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pemerintah dalam menentukan UMP 2025 juga mempertimbangkan realitas dan kebutuhan pekerja.
"Dengan demikian, kita akan cari jalan keluarnya, bagaimana dari sisi regulasi, tata kelolanya tetap kita bisa comply. Akan tetapi, di sisi yang lain, kebutuhan riil yang kira-kira dibutuhkan untuk naik berapa; itu bisa kita potret betul," tutur Susi.
Setelah itu, Susi menyampaikan para kepala daerah baru akan memulai rapat penetapan skema kenaikan upah di wilayahnya masing-masing.
Dengan demikian, Susi menegaskan tidak terdapat perubahan rumus perhitungan upah minimum yang dipakai pada tahun mendatang. Namun, pemerintah tetap mengevaluasi besaran UMP yang telah ada dengan kondisi riil yang dialami masyarakat.
"Karena kan pemerintah juga butuh para pekerja kelas menengah Ini juga punya daya beli supaya spending-nya tinggi. Pertumbuhannya kan dari situ ekonomi kita," ucap Susi.
Lebih lanjut, dia belum dapat membocorkan besaran kenaikan UMP 2025 lantaran angka pertumbuhan ekonomi kuartal III-2024 baru di rilis pada 5 November.
Namun, dia memastikan nantinya besaran UMP 2025 akan mempertimbangkan kepentingan dari sisi pekerja dan pemberi kerja yakni pengusaha.
"Jadi kami paham kan ada kepentingan pengusaha ada kepentingan pekerja, ya ini harus kita balance [seimbangkan]. Pemerintah sangat berkepentingan dua-duanya," ujarnya.
(prc/wdh)