Adapun, Purnomo menjelaskan 16 cekungan migas saat ini sudah berproduksi, 7 cekungan telah ditemukan hidrokarbon dan belum berproduksi, 15 cegukan telah dibor, belum ditemukan hidrokarbon dan 22 cekungan belum dieksplorasi.
Lihat Permintaan
Di sisi lain, Purnomo menggarisbawahi pengembangan bioetanol juga harus mempertimbangkan manajemen permintaan atau demand side management.
Hal itu berkaca dari pengembangan biodiesel yang juga dilakukan bertahap, dimulai dari 2007. Purnomo berharap program biodiesel—atau bauran Solar dengan bahan bakar nabati — bisa meningkat melebihi 40%. Namun, hal itu baru bisa dicapai dengan pengembangan lahan untuk crude palm oil (CPO).
“Ini ujung-ujungnya bagaimana keekonomiannya. Makanya, kalau ada biodiesel, mungkin tidak dengan bioetanol, atau diesel diganti gas. Gas kita masih cukup bagus,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan pemerintah bakal memangkas volume ekspor minyak sawit mentah atau CPO sebanyak 5,3 juta ton/tahun untuk program biodiesel B50, demi menunjang ambisi swasembada energi Presiden Prabowo Subianto.
"Ekspor kita kan 26 juta ton/tahun. Kita untuk mencapai B35, lompat ke B50, butuh 5,3 juta ton/tahun. Kita proses tahun depan, mudah-mudahan paling lambat 2026 selesai" kata Amran kepada awak media di Gedung Kementerian Pertanian, Selasa (22/10/2024).
Dengan asumsi prioritas pemenuhan CPO di dalam negeri yang tercukupi, lanjut Amran, maka program B50—atau bauran Solar dengan 50% bahan bakar nabati — sebagaimana dicanangkan oleh pemerintahan Prabowo dapat tercapai.
"CPO kita produksinya 46 juta ton/tahun. Sekarang dalam negeri kita pakai 20 juta ton/tahun. Kita ekspor 26 juta ton/tahun. Kalau kita mengambil 5,3 juta ton/tahun [untuk B50], berarti enggak ada masalah kan? Karena kita ekspor 26 juta ton/tahun," tegas Amran.
(dov/wdh)