Pengumuman ini memicu revisi perkiraan pertumbuhan ekonomi oleh sejumlah ekonom yang mendekati target resmi sekitar 5%. Kebijakan tersebut juga mendorong reli saham China. Namun, euforia ini memudar karena skeptisisme terhadap kemampuan otoritas untuk menggunakan kekuatan fiskal yang lebih besar guna memacu perubahan ekonomi yang signifikan.
Zhu menambahkan, jika investor mengharapkan fokus pada peningkatan konsumsi dan permintaan domestik, "mereka mungkin akan kecewa".
Sentimen ini juga digaungkan oleh Menteri Keuangan AS Janet Yellen, yang menyebut pentingnya peningkatan konsumsi untuk mendukung pertumbuhan yang tidak menciptakan kelebihan kapasitas global. "Sejauh ini, saya belum melihat kebijakan yang signifikan dari China untuk mewujudkannya," ujar Yellen dalam konferensi pers.
Zhu dari JPMorgan mengantisipasi pemerintah Presiden Xi Jinping akan mempertahankan fokusnya untuk memajukan basis industri China.
Fokus pada Industri
"Saya tidak melihat pemerintah akan menyerah pada kebijakan untuk mempromosikan peningkatan sektor manufaktur," ujarnya di IIF, tempat Yellen akan berpidato di kemudian hari. Dia menambahkan bahwa meskipun fokus pada produktivitas di sektor manufaktur penting, para pejabat juga perlu menyadari bahwa sektor jasa memiliki peran yang signifikan.
Sektor jasa saat ini adalah penyedia lapangan kerja terbesar di China, mencakup 48% dari total pekerjaan pada 2023, dibandingkan dengan 29% di sektor industri dan 23% di sektor primer, menurut data Biro Statistik Nasional.
Menurut Zhu, pemerintah tidak perlu memberikan subsidi langsung besar-besaran kepada rumah tangga, asalkan layanan publik dapat ditingkatkan. Dengan lingkungan kebijakan yang stabil, sektor jasa bisa berkembang tanpa memerlukan banyak investasi pemerintah.
Beberapa kebijakan baru telah menunjukkan perbaikan, terutama di sektor pendidikan, game, dan internet, meskipun masih banyak yang harus diselesaikan.
JPMorgan memprediksi Beijing akan berhati-hati dalam menarik kembali langkah-langkah dukungan ekonominya di tahun mendatang. "Kita mungkin tidak akan melihat terulangnya keluarnya kebijakan dengan pengetatan yang terlalu dini dan terlalu cepat," imbuhnya. "Itu mungkin tidak akan terjadi lagi di tahun 2025."
(bbn)