Adapun di pasar saham, indeks tertekan sepanjang hari ini akan tetapi di ujung perdagangan IHSG berhasil berbalik arah menguat 0,21% ke level 7.788,98.
Sentimen pasar global kurang berpihak pada pasar domestik. Kekhawatiran pasar akan prospek kebijakan bunga acuan Federal Reserve menyusul pernyataan hawkish beberapa pejabat The Fed kemarin.
Pada saat yang sama, makin dekat gelar Pilpres AS yang tinggal hitungan pekan menaikkan perburuan dolar AS di pasar karena prospek kemenangan Donald Trump yang membesar akan menguntungkan the greenback.
Kekhawatiran tentang prospek fiskal AS dengan defisit yang kian membesar akibat banyak program populis yang dijual baik oleh Kamala Harris maupun Trump selama kampanye pilpres tersebut.
Lelang sukuk
Hari ini, Kementerian Keuangan menggelar lelang sukuk negara (SBSN) yang di luar dugaan mencatat kenaikan incoming bids dibanding lelang sukuk sebelumnya.
Nilai permintaan masuk dari investor dalam lelang hari ini naik 17,2% mencapai Rp17,47 triliun di mana tenor pendek di bawah setahun, seri SPNS, banyak diburu investor. Yakni masing-masing sebesar Rp3,4 triliun untuk SPNS07072025 dan Rp2,71 triliun untuk SPNS01042025.
Laris tenor pendek diserbu ini kemungkinan karena pasar mengantisipasi ketidakpastian pasar dalam waktu dekat yang masih kabur. Pemerintah akhirnya memenangkan imbal hasil dua seri itu lebih tinggi masing-masing sebesar 6,21% dan 6,25%.
Sementara itu, seri PBS banyak diserbu untuk tenor terpanjang seperti PBS038 yang mencatat incoming bids terbesar mencapai Rp4,93 triliun. Pemerintah memenangkan yield di 6,97%, lebih rendah dibanding lelang sebelumnya.
Intervensi BI
Bank Indonesia terlihat berjaga di pasar menjaga rupiah sepanjang hari ini dengan mengucurkan intervensi di pasar valas spot maupun forward untuk menahan volatilitas rupiah agar tidak terlalu tajam.
"Pelemahan rupiah dipicu oleh pernyataan yang kurang dovish dari pejabat The Fed terakhir dan ketidakpastian yang menyertai Pilpres AS," kata Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Edi Susianto.
Para analis pasar memasang kewaspadaan akan risiko kenaikan dolar AS lebih lanjut yang bisa semakin meningkat akibat ketidakpastian pilpres AS.
"Persaingan [Pilpres AS] saat ini tampaknya sangat ketat tapi kami mencatat bahwa kemenangan Trump bisa melemahkan minat investor terhadap mata uang emerging market Asia termasuk rupiah. Pasalnya, usulan kebijakan tarif dan dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap pertumbuhan global," kata Saktiandi Supaat, Strategist Maybank dilansir dari Bloomberg News.
Dari dalam negeri, laporan Uang Beredar pada September menunjukkan likuiditas perekonomian domestik masih dalam tren ketat. Terindikasi dari pertumbuhan uang beredar yang terus rendah dalam tiga bulan beruntun, seperti terlihat dari pertumbuhan uang beredar yang melambat baik di sistem perbankan maupun uang kartal di luar bank.
Peredaran uang yang masih seret memberi sinyalemen roda ekonomi domestik kekurangan 'pelumas' karena penurunan pertumbuhan itu sudah terjadi sejak Juli lalu.
Data uang beredar yang memperlihatkan penurunan itu sejalan dengan sinyalemen bahwa terjadinya deflasi dalam lima bulan terakhir, tidaklah semata masalah suplai barang yang melimpah berkat musim panen hortikultura.
Deflasi yang menjadi indikasi bahwa terjadi tekanan daya beli di tengah masyarakat Indonesia saat ini yang membutuhkan respon kebijakan tepat agar tidak semakin memburuk.
(rui)