Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Aksi jual melanda di hampir semua pasar keuangan di seluruh dunia hari ini. Dari Australia hingga Jepang, juga Filipina juga Indonesia, investor ramai-ramai melepas posisi mereka di saham dan surat utang.

Para traders di pasar pendapatan tetap makin meningkatkan ekspektasi bahwa bunga acuan Amerika Serikat (AS) kemungkinan ditahan lagi pada pertemuan Federal Reserve bulan depan. Sinyal yang dilempar oleh pejabat The Fed membuat pasar mengerem pembelian bahkan melepas posisi.

Pada saat yang sama, para investor mencermati risiko fiskal AS dengan semakin dekatnya Pemilihan Presiden (Pilpres) yang tinggal hitungan pekan. Defisit fiskal negeri dengan ukuran ekonomi terbesar di dunia itu diperkirakan akan semakin melonjak tinggi karena program-program yang ditawarkan oleh dua kandidat, Kamala Harris dan Donald Trump, sama-sama populis yang membutuhkan biaya tidak sedikit.

Siang ini, jelang pembukaan pasar Eropa, arus jual di pasar regional maupun domestik masih berlanjut. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tertekan dengan penurunan 0,18% usai rehat makan siang.

Sementara nilai tukar rupiah terus tertekan dengan Bank Indonesia telah menempuh intervensi untuk menahan volatilitas agar tidak terlalu tajam. Rupiah masih menjadi yang terlemah kedua di Asia dengan penurunan nilai 0,46% ke level Rp15.566/US$, terburuk setelah peso Filipina.

Sementara di pasar surat utang domestik, terlihat mayoritas tenor mencatat kenaikan imbal hasil, indikasi permintaan beli yang menekan harga.

Pada sesi perdagangan tengah hari, yield SUN-10Y naik 3,9 bps ke level 6,65%. Sementara tenor 5Y bahkan naik 5 bps jadi 6,42% dan tenor 15Y naik 6,1 bps. Adapun tenor lebih pendek 2Y hanya berubah sedikit naik 0,4 bps ke 6,29%.

Pernyataan pejabat Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS, yang hawkish telah membuat investor memburu safe haven. Ditambah makin besar taruhan pelaku pasar akan kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden AS dua pekan lagi, juga membuat pamor dolar AS makin menjulang hingga menekan aset emerging market.

Pada saat yang sama, pasar juga khawatir dengan pembengkakan defisit fiskal AS pasca pemerintahan baru terpilih nanti.

Rilis data neraca fiskal pemerintah AS beberapa hari lalu memperlihatkan, defisit fiskal kumulatif pada September meningkat 8.14% secara tahunan menjadi US$1,83 triliun. Naik dibanding September 2023 sebesar US$1,70 triliun. 

Hasil tersebut juga disertai rasa tidak percaya pasar pada kedua kandidat presiden AS Kamala Harris maupun Donald Trump yang sepanjang masa kampanye menjanjikan kebijakan belanja yang populis kepada para pemilih.

"Pelaku pasar AS memprediksi kemenangan Harris atau Trump berpotensi meningkatkan defisit fiskal AS di masa mendatang hingga US$3,10-US$3,80 triliun. Dengan kata lain, siapapun yang menang, pasar Treasury akan menjadi pihak yang kalah," kata Lionel Priyadi, analis Mega Capital Sekuritas dalam catatannya.

Gubernur Federal Reserve Bank of Kansas City Jeffrey Schmid menyatakan, ia mendukung penurunan suku bunga dengan kecepatan lebih lambat mengingat adanya ketidakpastian tentang seberapa rendah The Fed pada akhirnya harus memangkas suku bunga.

Schmid, dalam pernyataan publik pertamanya sejak Agustus, mengatakan ia berharap untuk siklus kebijakan yang lebih normal, di mana The Fed membuat penyesuaian sederhana untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, harga yang stabil, dan lapangan kerja penuh.

Di sisi lain, terindikasi bahwa pasar menaikkan taruhan dengan memegang dolar AS lebih banyak, jelang Pilpres AS dua minggu lagi. Hedge fund dan para manajer aset pada pekan kedua Oktober tercatat mengurangi posisi 'short' pada dolar AS sekitar US$8 miliar.

(rui)

No more pages