Terlebih, pada era Presiden Joko Widodo, dia merupakan tokoh sentral atau 'menteri super' yang menjadi penggawa banyak kebijakan krusial yang hendak dilanjutkan oleh pemerintah yang sekarang.
“Posisi beliau yang sekarang, sebagai bukan menteri, justru membuatnya lebih fleksibel untuk bekerja di kementerian manapun. Semoga semua pihak tetap menjunjung tinggi rule of the game, sehingga kabinet dan pemerintahan mendatang dapat bekerja dengan baik dan terencana,” ujarnya saat dihubungi, Selasa.
Tata Kelola Pemerintah
Menyoroti peran strategis Luhut di pemerintahan Prabowo sebagai penasihat presiden untuk tata kelola pemerintahan, Wijayanto menyarankan agar pendekatan kebijakan top down dan kebiasaan membuat keputusan strategis yang mendadak perlu disudahi.
Alih-alih, pemerintah yang sekarang diminta untuk lebih fokus membuat perencanaan yang matang, memperkuat proses teknokrasi, dan melibatkan semua pihak sebagai resep penyusunan kebijakan.
“Kita sudah banyak belajar dari 10 tahun kepemimpinan Pak Jokowi, bagaimana reverse planning [diputuskan baru direncanakan] dan keputusan spontan tidak saja memberatkan anggaran, memperbesar ekses negatif dari program, tetapi juga membuat dampak ekonomi dari berbagai program pembangunan kurang optimal,” tuturnya.
“Contoh klasik yang paling kentara adalah infrastruktur dibangun, tetapi biaya logistik tetap tinggi, jauh dari negara tetangga. Lalu, ICOR justru melejit jauh di atas negara tetangga, sehingga ekonomi kita makin tidak efisien dan boros modal.”
Lain sisi, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, berbeda dengan menteri kabinet, peran Luhut sekarang hanya memberikan masukan dan bukan membuat kebijakan sebagai regulator dan menerapkannya atau eksekutor.
“Jangan diharapkan beliau sama kayak [ketika masih menjabat sebagai] Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi atau sebagai 'menteri segala urusan' [pada era Presiden Joko Widodo], karena tugas pokok dan fungsinya sekarang [sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional] terbatas secara regulasi,” ujar Tauhid.
Dengan kata lain, menurut Tauhid, Luhut juga tidak bisa serta-merta memberikan pengawasan pada kebijakan krusial, seperti program hilirisasi. Pengawasan itu akan menjadi kewenangan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Namun, bila terdapat hal yang meleset dari perencanaan, Luhut tetap memiliki hak untuk memberikan masukan kepada Prabowo agar seluruh rekomendasi dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait.
Presiden Prabowo resmi memberikan tambahan jabatan kepada Luhut Binsar Pandjaitan dalam struktur pemerintahannya; kali ini sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Digitalisasi dan Teknologi Pemerintahan.
“Luhut Binsar Pandjaitan sebagai penasehat khusus presiden bidang digitalisasi dan teknologi pemerintahan,” ujar Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara Nanik Purwanti dalam acara pelantikan di Istana Negara, Selasa (22/10/2024).
Dengan demikian, Luhut setidaknya sudah mengemban 2 jabatan di Kabinet Merah Putih, yakni Ketua Dewan Ekonomi Nasional dan Penasihat Khusus Presiden Bidang Digitalisasi dan Teknologi Pemerintahan yang tugasnya berkaitan satu dengan lainnya.
Dalam tugasnya di pemerintahan baru, Luhut sebelumnya mengaku mendapatkan mandat dari Prabowo untuk membantu tata kelola birokrasi yang berkaitan dengan ekonomi menjadi lebih baik.
“Karena tata kelola itu dengan digitalisasi saya kira akan bisa membuat kita menjadi lebih efisien,” ujarnya ditemui di Istana Negara usai pelantikannya sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional, kemarin.
Ke depan, Luhut menerangkan instansinya akan mengatur sumber pendapatan negara melalui platform seperti e-catalog.
Hal itu, lanjutnya, sebelumnya sudah diterapkan untuk tata kelola penerimaan negara dari sektor pertambangan melalui platform Simbara.
“Simbara [untuk] batu bara, nikel, dan kelapa sawit dan juga govtech itu menjadi target Presiden Prabowo. Saya pikir kita bisa melakukan lah kalau kita kerjakan bersama-sama, mestinya dalam 1—2 tahun ini,” terang Luhut.
“[Strategi] Quick Win Pak Presiden Prabowo saya kira e-catalog versi 6, saya kira kita sudah bisa luncurkan dan membuat 85% government procurement ada di sana," ujarnya.
(wdh)