Logo Bloomberg Technoz

Sejauh ini baru yuan offshore yang menguat 0,05%. Sedangkan mata uang negara maju Asia yakni yen dan dolar Singapura juga menguat masing-masing 0,11%.

Aksi jual melanda Wall Street terpicu kekhawatiran akan prospek keuangan AS ke depan (Bloomberg)

Tekanan yang dihadapi oleh rupiah hari ini terutama karena sentimen pasar global yang memburuk dari AS. Tadi malam, terjadi aksi jual besar-besaran Treasury, surat utang AS, hingga imbal hasilnya melesat double digit

Yield UST-2Y kembali bertengger di 4,03% atau naik 8,3 bps. Sementara tenor 10Y bahkan naik 11,3 bps ke 4,19%.

Rilis data neraca fiskal pemerintah AS beberapa hari lalu memperlihatkan, defisit fiskal kumulatif pada September meningkat 8.14% secara tahunan menjadi US$1,83 triliun. Naik dibanding September 2023 sebesar US$1,70 triliun. 

Hasil tersebut juga disertai rasa tidak percaya pasar pada kedua kandidat presiden AS Kamala Harris maupun Donald Trump yang sepanjang masa kampanye menjanjikan kebijakan belanja yang populis kepada para pemilih.

"Pelaku pasar AS memprediksi kemenangan Harris atau Trump berpotensi meningkatkan defisit fiskal AS di masa mendatang hingga US$3,10-US$3,80 triliun. Dengan kata lain, siapapun yang menang, pasar Treasury akan menjadi pihak yang kalah," kata Lionel Priyadi dan Nanda Rahmawati, tim analis Mega Capital Sekuritas dalam catatannya pagi ini.

Pernyataan pejabat Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS, yang hawkish ditambah makin besar taruhan pelaku pasar akan kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden AS dua pekan lagi, juga membuat pamor dolar AS makin menjulang hingga menekan aset emerging market.

SRBI akan kembali agresif

Tekanan jual di pasar Treasury itu akan berimbas pada pasar surat utang negara dan menyeret nilai rupiah makin terperosok menuju kisaran Rp15.550-Rp15.650/US$ menurut prediksi Mega Capital.

Di pasar surat utang RI pagi ini, mayoritas tenor memperlihatkan kenaikan imbal hasil, indikasi tekanan jual yang menurunkan harga. Yield SBN-2Y kini di 6,40%, lalu SBN-5Y di 6,43% dan 10Y ada di 6,66%.

Analis memperkirakan kejutan buruk terbaru dari AS itu akan mendorong BI kembali agresif memanfaatkan Sekuritas Rupiah BI (SRBI) untuk menjaga agar tekanan outflows tidak makin besar.

Asing tercatat melepas SRBI senilai Rp5,31 triliun pada empat hari perdagangan pekan lalu. 

Dalam lelang SRBI terakhir, investor meminta tingkat bunga diskonto rata-rata di 6,88%, tertinggi sejak 20 September dengan total permintaan masuk (incoming bids) naik 18% menjadi Rp24,99 triliun.

Namun, meski ada kenaikan permintaan dari investor, tingkat bunga diskonto lebih tinggi yang diminta oleh investor akhirnya mendorong BI menaikkan bunga diskonto SRBI. Untuk SRBI-12 bulan, tenor terpanjang, bunga diskonto dimenangkan di level 6,87%, lebih tinggi dibanding lelang sebelumnya di 6,83% dan menjadi yang tertinggi sejak 13 September lalu.

BI pun menyerap permintaan lebih banyak dengan menjual SRBI senilai Rp23 triliun. Itu menjadi nilai penjualan SRBI yang terbesar oleh Bank Indonesia sejak akhir Juli lalu.

"Kami memprediksi BI akan merilis SRBI secara agresif lagi dengan tingkat suku bunga diskonto di 6,85-6,95% untuk membendung kejutan ini," kata Lionel.

Akan halnya pasar surat utang hari ini, ada potensi yield INDOGB-10Y berpotensi naik hingga 6,90%-7,00% dengan asumsi yield spread 10Y INDOGB dengan UST di kisaran 280 bps.

Yield 10Y INDON, surat utang RI berdenominasi dolar AS, juga mungkin naik hingga 5,10%-5,20% dengan asumsi yield spread 10Y INDON sebesar 100 bps.

"Menurut estimasi kami, defisit fiskal 12-months trailing (TTM) Indonesia berada di -2.90% per Agustus. Posisi yang tidak lebih baik dari defisit AS," kata analis.

(rui)

No more pages