Para investor juga melepas Treasury, surat utang AS, hingga imbal hasilnya melesat double digit. Yield UST-2Y kembali bertengger di 4,03% atau naik 8,3 bps. Sementara tenor 10Y bahkan naik 11,3 bps ke 4,19%.
Rilis data neraca fiskal pemerintah AS beberapa hari lalu memperlihatkan, defisit fiskal kumulatif pada September meningkat 8.14% secara tahunan menjadi US$1,83 triliun. Naik dibanding September 2023 sebesar US$1,70 triliun.
Hasil tersebut juga disertai rasa tidak percaya pasar pada kedua kandidat presiden AS Kamala Harris maupun Donald Trump yang sepanjang masa kampanye menjanjikan kebijakan belanja yang populis kepada para pemilih.
"Pelaku pasar AS memprediksi kemenangan Harris atau Trump berpotensi meningkatkan defisit fiskal AS di masa mendatang hingga US$3,10-US$3,80 triliun. Dengan kata lain, siapapun yang menang, pasar Treasury akan menjadi pihak yang kalah," kata Lionel Priyadi dan Nanda Rahmawati, tim analis Mega Capital Sekuritas dalam catatannya pagi ini.
Pernyataan pejabat Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS, yang hawkish ditambah makin besar taruhan pelaku pasar akan kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden AS dua pekan lagi, juga membuat pamor dolar AS makin menjulang hingga menekan aset emerging market.
Gubernur Federal Reserve Bank of Kansas City Jeffrey Schmid menyatakan, ia mendukung penurunan suku bunga dengan kecepatan lebih lambat mengingat adanya ketidakpastian tentang seberapa rendah The Fed pada akhirnya harus memangkas suku bunga.
Schmid, dalam pernyataan publik pertamanya sejak Agustus, mengatakan ia berharap untuk siklus kebijakan yang lebih normal, di mana The Fed membuat penyesuaian sederhana untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, harga yang stabil, dan lapangan kerja penuh.
Di sisi lain, terindikasi bahwa pasar menaikkan taruhan dengan memegang dolar AS lebih banyak, jelang Pilpres AS dua minggu lagi. Hedge fund dan para manajer aset pada pekan kedua Oktober tercatat mengurangi posisi 'short' pada dolar AS sekitar US$8 miliar.
Potensi kemenangan Trump membesarkan pula peluang kebijakan pengenaan tarif masuk barang impor yang ia usung. Dolar AS pun disasar sebagai safe haven bila skenario itu terjadi.
Gubernur The Fed Mary Daly pagi ini waktu Asia, atau malam waktu AS, melontarkan pernyataan yang lebih dovish. Ia menilai, belum ada alasan bagi The Fed untuk berhenti memangkas bunga acuan.
"Sejauh ini, saya tidak melihat alasan atau informasi yang menunjukkan bahwa kami tidak melanjutkan penurunan bunga acuan. Bunga saat ini sudah sangat ketat bagi perekonomian yang sudah berada di jalur menuju inflasi 2% dan saya tidak ingin melihat pasar tenaga kerja melaju lebih jauh," katanya.
Pernyataan Daly seolah mengimbangi sinyal hawkish Schmid dan mungkin membuat pasar sedikit mengerem pesimisme akan prospek penurunan bunga The Fed.
Namun, pernyataan itu tidak mampu mengerem arus jual di pasar yang berlanjut di Asia saat ini.
(rui)