Maman menggarisbawahi relaksasi tersebut sebaiknya hanya dilakukan dengan kuota terbatas, dengan tetap mendorong pembangunan pabrik pemurnian atau smelter di dalam negeri.
Terlebih, perekonomian di daerah Kalimantan Barat —sebagai daerah dengan sumber daya alam (SDA) bauksit terbesar — sangat terdampak dengan kebijakan pelarangan ekspor tersebut.
“Poinnya, pada saat ingin dibuka ekspor kembali diberikan kuota terbatas. Jadi saya tidak setuju juga kalau dibuka secara besar, tetapi dibuka ruang kuota terbatas untuk bisa ekspor agar ekonomi di Kalimantan Barat relatif agak bergerak,” ujar Maman dalam agenda rapat kerja dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif yang disiarkan secara virtual, dikutip Selasa (9/7/2024).
Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (AP3BI) mengatakan kapasitas input bauksit dari smelter yang ada saat ini di Indonesia hanya berkisar antara 12—14 juta ton per tahun.
Sementara itu, menurut Pelaksana Harian Ketua Umum AP3BI Ronald Sulistyanto, penambang bisa menambang bijih bauksit hingga 30 juta ton per tahun.
Dengan demikian, kata Ronald, sisa bijih bauksit yang tidak diolah di smelter yang jumlahnya mencapai sekitar 16 juta ton hanya didiamkan begitu saja. Apalagi, setelah adanya larangan ekspor bijih bauksit yang telah dicuci oleh Presiden Joko Widodo sejak Juni 2023 untuk mendorong industri smelter dalam negeri.
“Tidak bisa [diapa-apakan], ya didiemin saja di onggokan bauksit. Lama-lama karena air hujan, tidak bisa dijual lagi,” ujar Ronald kepada Bloomberg Technoz, dikutip Selasa (2/7/2024).
AP3BI memproyeksikan jumlah korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan bauksit di Indonesia mencapai setidaknya lebih dari 1.400 karyawan sejak pelarangan ekspor bijih bauksit pada Juni 2023.
Ronald melandasi proyeksi tersebut melalui jumlah perusahaan yang menerima persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang saat ini berkurang hanya menjadi 30—40 perusahaan, dari sebelumnya 100 perusahaan.
Dengan demikian, terdapat sekitar 60—70 perusahaan yang tidak mendapatkan RKAB. Jika 1 perusahaan diasumsikan memiliki 200 karyawan, maka jumlah PHK diproyeksikan mencapai 1.400 karyawan.
“Satu perusahaan itu menggerakan karyawan rata-rata 200 orang dan side effect-nya 200 orang itu punya istri dan anak, belum lagi kontraktornya, itu pengangguran,” ujar Ronald.
(dov/wdh)